Suara.com - Sebanyak 15 pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2019 berkumpul di Gedung C1 KPK. Mereka turut mengikuti langkah para guru besar dari sejumlah universitas untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan para penyelenggara negara untuk bersikap netral.
Dalam pernyataannya yang berjudul, 'Pesan Moral Pimpinan KPK periode 2003-2019' mereka menyikapi situasi politik jelang Pemilu 2024.
"Pada kurun waktu akhir-akhir ini, yang seakan-akan telah kehilangan kompas moral dan etika, maka kami, Pimpinan KPK periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2019, mengimbau agar Presiden dan seluruh Penyelenggara Negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika dalam menjalankan amanah yang diembannya," kata Basaria Panjaitan membacakan pesan moral mereka.
Basaria menuturkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan rule of law seharusnya sudah terinternalisasi dalam setiap langkah dan gerak penyelenggara negara.
"Tapi sayangnya makin sering ditinggalkan. Sifat kenegarawanan dan keteladanan seharusnya juga dapat ditunjukan oleh seorang Presiden/Kepala Negara, terlebih dalam masa-masa kontestasi Pemilihan Umum tahun 2024 ini," kata Basaria.
Mereka pun membeberkan sejumlah dasar yang menjadi kekhawatiran mereka. Di antaranya skor indeks persepsi korupsi (IPK) yang menurun dalan empat tahun belakang sejak 2019.
"Yang di tahun 2019 skor-nya mencapai 40 dan menurun drastis menjadi skor 34 di tahun 2022 dan 2023 dan menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei," katanya.
Kemudian mereka menilai tidak bergeraknya, Index Negara Hukum (Rule of Law Index) yang dikeluarkan oleh World Justice Project, yang hanya mencapai nilai 0,53 (dari skala 0 sampai dengan 1) di tahun 2023.
"Jadi masih sangat jauh dari nilai ideal indeks negara hukum," kata Basaria.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Kenang Debat Pilpres 5 Tahun Lalu: Jokowi Ajak Jangan Pilih Pemimpin Pelanggar HAM
Lalu, The Economist Intelligence Unit yang menempatkan Indonesia sebagai negara 'demokrasi cacat' (flawed democracy).
Selain itu, mereka juga merujuk ke data Varieties of Democracy Project. Disebutkan tahun 2023 Indonesia hanya mencapai skor 25, dan menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan praktik 'Kartel Partai Politik' karena maraknya bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik dengan akuntabilitas yang sangat kurang pada pemilih (extensive power-sharing among parties and limited accountability to voters).
Oleh karenanya mereka menyerukan pesan moral kepada Presiden dan penyelenggara negara untuk melaksanakannya:
- Memperkuat agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan sekaligus menjadi teladan (role model) dalam menjalankan sikap dan perilaku anti korupsi.
- Menghindari segala benturan kepentingan (conflict of interest), karena benturan kepentingan adalah akar dan langkah awal untuk menuju praktik korupsi.
- Memperbaiki tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), khususnya tata kelola penyaluran bantuan sosial berdasarkan daftar penerima bantuan sosial yang sah, sesuai nama dan alamat (by name-by address). Tata kelola bantuan sosial akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang dilaksanakannya Pemilihan Umum 2024 dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance.
- Kepada para penyelenggara negara, khususnya aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan) dan TNI diharapkan selalu bersikap imparsial, adil, dan tidak berpihak untuk memenangkan calon presiden/calon wakil presiden/calon legislatif tertentu.
- Menjamin tegaknya hukum (rule of law) dan bukan rule by law.
Adapun 15 pimpinan KPK periode 2003-2019 yang memberikan pesan ke Jokowi dan penyelenggara negara, yakni Taufiequrachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, M Busyro Muqoddas, Abraham Samad, Chandra M Hamzah, Waluyo, dan Bibit Samad Rianto.
Kemudian, Mas Achmad Santosa, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, Adnan Pandu Praja, Mohammad Jassin, Mohammad Jassin, Zulkarnain, dan Haryono Umar.