Pasangan AMIN Bakal Hadirkan Program Contract Farming, Risiko Gagal Panen Petani Bakal Ditanggung Negara

Kamis, 01 Februari 2024 | 17:58 WIB
Pasangan AMIN Bakal Hadirkan Program Contract Farming, Risiko Gagal Panen Petani Bakal Ditanggung Negara
Anies Baswedan dan Cak Imin menghadiri Deklarasi dan Istigosah Ulama, Habaib, Ibu Nyai untuk pemenangan AMIN di Ponpes Gunung Sari, Pamekasan, Rabu (31/1/2024). (Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Juru bicara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau AMIN, Hasreiza mengatakan, memilih menjalani profesi petani berarti hidup di antara ketidakpastian. Entah itu karena iklim, hama atau turunnya harga jual. Ditambah lagi, petani miskin di Indonesia bertambah sebanyak 18,64 persen dibandingkan 10 tahun lalu.

Petani miskin menurut Wahyudin (2005:35) adalah petani yang memiliki luas lahan kurang dari 1 hektar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani gurem alias petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar pada 2023 mencapai 16,89 juta sedangkan di tahun 2003 jumlahnya 14,25 juta.

Hasreiza atau Reiza Patters ini menyampaikan, di tengah ketidakpastian yang melanda usaha pertanian ini, negara seharusnya hadir. Kehadiran negara akan diwujudkan paslon nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar jika terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029, melalui program contract farming atau pertanian dengan perjanjian.

"Petani sebenarnya diberikan fasilitas KUR (Kredit Usaha Rakyat) pertanian. Plafon KUR ini bisa sampai Rp500 juta yang dapat digunakan oleh petani untuk modal kerja menanam plus kebutuhan hidup selama menunggu panen. Sehingga mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak,” kata Reiza, Kamis (1/2/2024).

Baca Juga: Cak Imin Pamer Foto Bareng Mantan Pacar, Publik Heboh: Cowok Klepon

Dia juga mengatakan pada prakteknya, bank penyalur KUR Pertanian ini menerapkan banyak persyaratan yang cukup sulit untuk dipenuhi petani, khususnya jaminan pinjaman, dengan alasan untuk mengurangi risiko terjadinya Non Performing Loan.

“Seharusnya negara hadir untuk itu dengan memberikan jaminan kebijakan kepada Bank penyalur KUR Pertanian tersebut agar memudahkan pencairan kepada petani untuk mendorong produksi mereka saat panen,” ujarnya menjelaskan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mempredisksi fenomena El Nino akan terus bertahan pada level moderat hingga Februari 2024. Dengan fenomena ini, maka akan memunculkan masalah di sektor pertanian. Antara lain ialah kekeringan, penyakit tanaman, perubahan pola hama dan penurunan produksi. Ini semua akan memicu potensi petani mengalami gagal panen.

"Selain mendapatkan KUR pertanian, dengan contract farming ini negara juga menanggung risiko gagal panen yang akan dilakukan oleh perusahaan asuransi BUMN yang preminya juga disubsidi oleh negara. Jadi, risikonya ada di negara, bukan di petani," jelas Reiza.

Aktivis lingkungan ini melanjutkan, negara tinggal memastikan proses penanaman terjadi dengan baik, panen tidak terganggu, dan membantu memastikan kegiatan produksi lancar.

Baca Juga: Kampanye di Tapanuli Selatan, Anies Singgung soal Bansos: Bukan Program Pribadi, Itu Uang Rakyat

"Kenapa negara harus hadir dan menanggung risiko itu? Alasannya karena negara punya banyak perangkat mulai dari anggaran, pelaksana lapangan seperti penyuluh pertanian, birokrasi dan kebijakan serta kewenangan. Sedangkan petani tidak punya itu semua. Jadi, kalau mau adil, risiko model gagal panen, harus diambil alih oleh negara dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan. Itu prinsip dasarnya," tegas Reiza.

Namun ada juga fenomena bahwa di sisi lain, buruh tani memang bisa memperoleh pendapatan yang lebih pasti. Setelah bekerja, buruh tani ini dibayar. Namun begitu, upah nominal buruh tani di bawah upah nominal buruh bangunan (bukan mandor). Per Desember 2022, upah nominal buruh tani sebesar Rp59.226/hari sedangkan buruh bangunan (bukan mandor) Rp94.072.

"Contract farming ini juga bisa mengangkat derajat mereka yang sebelumnya buruh tani. Negara bisa memberikan lahan yang berasal dari lahan negara dengan sertifikat hak garap selama 5-10 tahun atau bisa juga lebih selama dimanfaatkan untuk produksi pertanian. Sehingga buruh tani bisa menjadi petani yang lebih baik karena memiliki lahan sebagai aset untuk digarap dan bisa dijadikan agunan untuk memperoleh modal kerja yang lebih baik serta biaya hidup selama belum panen,” ujar Reiza.

Reiza kemudian menyinggung PP Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Usaha di Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Jangan seperti tawaran Pemerintahan Jokowi ini untuk investor di IKN. Jelas kita melihat bahwa aturan itu cuma menguntungkan investor. Bayangkan saja, investor bisa kantongi HGU 190 tahun, tapi untuk petani yang setiap hari menyediakan makanan untuk kita masa negara tidak bisa? Logikanya di mana coba?" sindir Reiza.

“Atau misalnya area senayan itu. Mal, hotel, gedung perkantoran, banyak berdiri dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas lahan negara, dalam hal ini Sekretariat Negara.

“Ironinya adalah bahwa negara bisa memberikan hak pengelolaan atas tanah negara kepada pengusaha besar dan konglomerat, tapi begitu berat dan seperti pelit sekali untuk rakyat miskin, khususnya petani. Praktik seperti ini sudah harus dilakukan Perubahan signifikan,” tambahnya.

“Jadi kalau memang negara ini punya niat untuk mampu membangun kedaulatan dan kemandirian pangan, maka sudah mesti memuliakan petani Indonesia. Berikan kebutuhan menanam yang cukup seperti pupuk, obat tanaman, infrastruktur pertanian, penyuluh pertanian yang tersedia dan aktif turun ke lapangan, hingga lahan untuk digarap bagi petani atau butuh tani yang belum memiliki lahan untuk bekerja. Lalu berikan jaminan harga jual hasil produksi yang menguntungkan mereka juga akses terhadap pasar. Berikan bantuan permodalan yang baik dan tidak mempersulit dan jaminan risiko gagal panen juga penting. Di sinilah negara harus hadir, agar defisit produksi pangan kita bisa ditutupi oleh produksi petani kita sendiri hingga tidak lagi defisit, dan bukan impor,” tegas Reiza menjelaskan.

Dia juga menambahkan bahwa praktik Food Estate yang diberikan kepada perusahaan mitra kementrian oleh negara, tidak akan mengubah nasib petani lebih baik, justru akan semakin meminggirkan mereka dan menjadikan petani sebagai profesi yang tidak memiliki masa depan yang baik.

“Bagaimana tidak? Di satu sisi negara memberikan lahan begitu luas kepada perusahaan mitra kementrian untuk dibuat Food Estate, di sisi yang lain negara sejak awal merencanakan pupuk untuk petani tidak pernah cukup. Kebutuhan pupuk petani 10,7 juta ton setiap tahun, di dalam APBN 2024 sebagai contoh, hanya dialokasikan sebesar 4,8 juta ton. Dan praktik begitu juga terjadi dalam APBN beberapa tahun ke belakang. Ironis sekali ini terjadi pada bangsa yang mengaku sebagai bangsa agraris, di mana petaninya seolah sengaja dibuat miskin dan tidak bisa maksimal berproduksi, agar impor pangan bisa jalan terus dan memberikan ekosistem pertanian di Indonesia kepada korporasi dengan alasan kemandirian dan krisis pangan,” tegasnya.

Reiza juga mengatakan bahwa selama ini Indonesia hampir tidak pernah mengalami krisis pangan, karena defisit produksi pangan di Indonesia selalu ditutupi dengan impor.

“Dengan kondisi begitu, seolah negara terus saja membiarkan petani Indonesia itu susah dan tidak mampu menjadi tulang punggung produksi kebutuhan pangan kita, sehingga selalu ada alasan untuk impor pangan, di mana profit dari rentenya sangat besar sekali. Belum lagi ada indikasi kuat potensi pendapatan ilegal dari transaksi pengurusan ijin dan quota impor itu. Ini harus segera dihentikan dan bangsa ini memang butuh perubahan fundamental,” kata Reiza menjelaskan.

Reiza menyimpulkan, bahwa itu semua akan dilakukan melalui program contract farming atau pertanian dengan perjanjian dari program kerja pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar jika mereka terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 nanti.

“Program tersebut dengan segala detilnya, bisa dijamin bakal menyejahterakan petani di Indonesia sehingga mereka menjadi lebih sejahtera untuk terus menjadi tulang punggung penjaga keberlangsungan persediaan pangan nasional,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI