"Nah, mereka diminta PDI Perjuangan, ya mundur saja, tapi mereka tidak mau menyerahkan KTA-nya. Dan, bahkan sampai sekarang Pak Jokowi belum menyerahkan KTA-nya, masih tetap di PDI Perjuangan, meskipun jelas-jelas mendukung paslon lain," ungkapnya.
Jokowi dan keluarganya, lanjut Ray, menempatkan PDIP pada posisi serba salah, karena mereka tahu jika dimundurkan oleh partai, maka efek negatif akan dihadapi partai berlambang banteng moncong putih itu.
Meski demikian, PDIP sampai sekarang tidak mengeluarkan Jokowi dan keluarganya, yang masih tercatat sebagai anggota PDI Perjuangan.
"Entah itu yang Jokowi dan keluarganya tunggu atau tidak wallahualam. Tapi kita bisa membaca kalau seandainya PDI Perjuangan mengeluarkan mereka, bisa dibayangkan efek negatif dan dramanya akan seperti apa," tuturnya.
Ray kembali menyarankan Mahfud tidak mundur dari jabatannya sebagai Menko Polhukam. Sebab, hal ini dapat mengingatkan Jokowi tentang perasaan keluarga besar PDIP yang dikhianati.
"Sekarang saya kira Pak Mahfud sedang mengajarkan Pak Jokowi dengan cara yang sama, seolah pak mahfud hendak mengatakan inilah yang dialami keluarga besar PDI Perjuangan," katanya.
Jika Jokowi yang mencopot jabatan Mahfud sebelum Pilpres, Ray meyakini efek negatif akan ada di kubu Jokowi, meskipun Mahfud sudah jelas mengatakan akan mundur.
Situasi yang sama juga dialami PDI Perjuangan yang direpotkan oleh Jokowi dan keluarganya soal status. Sekarang Jokowi yang direpotkan Mahfud soal status di Kabinet.
"Kita enggak perlu menunggu waktu yang lama untuk melihat bagaimana hukum alam ini bekerja. Kalau Anda pernah menyakiti orang, maka besar kemungkinan Anda pun akan disakiti. Pertanyaannya adalah apakah Pak Jokowi merasa direpotkan oleh Pak Mahfud atau tidak dan berani bersikap, kita tunggu," katanya.
Baca Juga: Hari Jumat, Jokowi Akan Hadiri Kongres GP Ansor Di Atas Laut Jawa
Ia menambahkan, Mahfud sebaiknya tetap menjalankan tugas dan mundur setelah Pemilu 2024 berakhir. "Malah menurut saya jangan mundur, biar Pak Jokowi yang repot," ungkap Ray.