Pernyataan Jokowi Bikin Takut, Bivitri: Bukan Pemilu Riang Gembira!

Kamis, 25 Januari 2024 | 21:50 WIB
Pernyataan Jokowi Bikin Takut, Bivitri: Bukan Pemilu Riang Gembira!
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti (tengah) dalam diskusi di kawasan Tebet. (Suara.com/Yaumal)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai kontestasi Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 dalam situasi yang membuat cemas dan menakutkan.

Hal itu disampaikannya, merespons pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut presiden hingga menteri boleh berpihak dan kampanye.

"Ini kita sedang diliputi ketakutan sebenarnya, yang diciptakan itu. Ini dibilang pesta demokrasi, pemilu yang riang gembira, enggak loh. Saya nggak riang gembira, saya cemas dan kadang takut juga, dan itulah yang diciptakan," kata Bivitri di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

Dia menceritakan pengalamannya, saat berdebat terkait pasal dalam undang-undang berujung dirinya diajak untuk berkelahi.

Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud Wanti-wanti Jokowi: Cawe-cawe Bisa Jadi Alasan Pemakzulan

"Jadi buat saya, ini bukan pemilu riang gempita, yang menyenangkan. Tapi, kita sedang memperjuangkan demokrasi. Karena itu saya ingin bilang, kita harus perjuangkan ini benar-benar secara serius," katanya.

"Memang 19 hari lagi pemilihan (Pemilu 2024) tapi harus kita bikin ada putaran kedua, sampai Juni ada lagi. Kemudian harus kita dorong lagi benar-benar, supaya demokrasi kita bisa bertahan," sambungnya.

Bivitri menilai pernyataan Jokowi soal presiden hingga menteri boleh berpihak dan berkampanye masuk dalam kategori perbuatan tercela, sehingga bisa dimakzulkan.

Dia merujuk pada Pasal 7 a Undang-Undang Dasar, yang berbunyi, 'Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.'

"Karena paling tidak perbuatan tercelanya itu sekali lagi konteksnya jabatan presiden, dia sudah melanggar Undang-Undag Ini. Jadi jangan dikecohkan dengan pasal ini, tidak ada sanksi pidananya. Di UU Pemilu, tidak perlu, karena kita bicara perbuatan Presiden yang melanggar Undang-Undang," jelasnya.

Baca Juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Pengamat: Gimik Politik Aja

Jokowi sebagai presiden yang sudah menjabat dua periode, juga tidak bisa melaksanakan kampanye untuk putranya, Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai cawapres nomor urut dua, mendampingi Prabowo Subianto.

"Untuk Pak Jokowi itu sebenarnya enggak bisa tuh. Karena Pasal 299 itu adalah kalau Jokowi-nya maju, atau dia jadi tim resmi. Bukan pendukung, asal pendukung ya. Misalnya nih, ada yg mendukung. Mendukung tapi bukan dalam tim resminya, itu enggak dihitung dalam pasal 299," kata Bivitri.

Pada ayat 1 Pasal 299, memang disebutkan presiden dan wakil presiden boleh melakukan kampanye. Namun pada ayat 2, disebutkan, 'Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.'

Kemudian pada ayat 3 disebutkan juga, 'Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye apabila yang bersangkutan sebagai: (a) calon Presiden atau calon Wakil Presiden, (b) anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU, atua (c) pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.'

"Nah jokowi kan bukan semuanya. Jadi itu enggak applicable (berlaku)," tegasnya.

Pernyataan Jokowi

Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memihak dan berkampanye, termasuk bagi seorang Presiden. Hal itu ditegaskan Jokowi saat ditanya tanggapannya mengenai menteri yang tidak ada hubungan dengan politik justru jadi tim sukses.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Meski bisa ikut kampanye, Jokowi menegaskan presiden sekalipun tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik atau kampanye.

"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, boleh menteri juga boleh," kata Jokowi.

Hal senada ditegaskan Jokowi menanggapi pertanyaan bagaimana memastikan tidak ada konflik kepentingan pejabat negara yang ikut kampanye.

"Itu saja yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI