Suara.com - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi soal kepala negara boleh berkampanye telah menuai sentimen negatif dari publik. Bahkan, ungkapannga itu bisa jadi alasan untuk pemakzulan.
Todung menyebut apa yang dikatakan Jokowi itu dinilainya telah melanggar sumpahnya sebagai presiden saat dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Diketahui, Jokowi telah disumpah untuk berjanji melaksanakan konstitusi dan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Ia menilai apabila Jokowi sebagai presiden berpihak kepada salah satu pasangan calon dan menimbulkan ketidaknetralan maka bisa ditafsirkan sebagai perbuatan tercela yang bisa dijadikan alasan pemakzulan.
Baca Juga: Beda dengan Mahfud, Gerindra Tegaskan Prabowo Tak Akan Mundur Jadi Menteri Jokowi
"Kalau Presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela. Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," ujar Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Sementara, dalam Pasal 7a UUD 1945 alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Pemakzulan dapat diajukan jika Jokowi terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 7b UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Nantinya, MK diminta untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak.
Todung menyebut bukan berarti cawe-cawe Jokowi bisa diartikan sebagai keharusan pemakzulan.
"Saya tidak mengatakan harus melakukan pemakzulan, tapi ini yang saya baca dalam Pasal 9 ini (UUD)," tutur Todung.
Baca Juga: Tim Hukum AMIN Akan Laporkan Jokowi soal Pernyataan Boleh Berkampanye
"Kalau dikaitkan dengan pasal pemakzulan, baik itu dalam UU MK, kita ketahui selama ini kalau kita ini ingin menyimpulkan itu sebagai perbuatan tercela, ya maka ini bisa diidentikkan sebagai alasan seperti yang saya katakan tadi. Ini ditulis Pasal 7a UUD 1945," sambungnya.
Lebih lanjut, Todung juga mengingatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengharuskan presiden sebagai kepala negara harus berada di atas semua kelompok, golongan, suku, agama, dan partai politik.
"Ketika seseorang dipilih sebagai presiden, maka kesetiaannya menjadi kesetiaan terhadap negara, terhadap rakyat, tanpa membeda-bedakan mereka. Ini saya kasih satu hal yang sangat prinsipil yah yang harus dimiliki, karena itu melekat pada diri presiden dan kepala negara," pungkas Todung.