“Tapi kan sekarang mereka bukan incumbent, Pak Jokowi bukan incumbent. Pak Jokowi ini adalah presiden tidak bisa dipilih lagi,” ujar dia.
Oleh karena itu, Ari berharap agar Jokowi tetap netral dalam gelaran Pilpres 2024. Terlebih, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka turut menjadi peserta dengan menjadi cawapres.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menilai bahwa pernyataan Jokowi mengenai hak presiden untuk berkampanye telah mengundang banyak penafsiran yang keliru.
"Deklarasi Presiden di Halim pada Rabu (24/1/2024) telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden terkait jawaban atas pertanyaan media tentang partisipasi menteri dalam tim sukses," ujar Ari Dwipayana melalui pesan singkat di Jakarta pada hari Kamis (25/1/2024).
Menurut dia, Presiden dalam merespon pertanyaan tersebut memberikan klarifikasi, terutama mengenai peraturan demokrasi yang berlaku bagi menteri dan presiden.
"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," kata Ari.

Tetapi, kata dia, ada persyaratan yang harus dipenuhi jika presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dia mengatakan dengan diizinkannya presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam undang-undang.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," kata dia, dikutip dari Antara.
Baca Juga: Begini Reaksi Megawati Usai Jokowi Nyatakan Presiden Boleh Memihak dan Kampanye
"Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," ujarnya lagi.