Istana Senggol SBY dan Megawati, Timnas AMIN Sindir Jokowi: Emang Boleh Korbankan Negara untuk Kepentingan Anaknya?

Kamis, 25 Januari 2024 | 21:04 WIB
Istana Senggol SBY dan Megawati, Timnas AMIN Sindir Jokowi: Emang Boleh Korbankan Negara untuk Kepentingan Anaknya?
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi mengacungkan dua jempol untuk Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (27/12/2023) (ANTARA/Novi Husdinariyanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mengkritik pernyataan pihak Istana yang menyebut presiden berkampanye bukan hal yang baru.

Sebab Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 dan 7 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah berkampanye.

Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir, menilai apa yang disampaikan pernyataan dari Istana tersebut keliru. Ia mempertanyakan kapasitas Presiden Jokowi ketika ingin berkampanye lantaran tak bisa lagi dipilih sebagai presiden.

Baca Juga: Begini Reaksi Megawati Usai Jokowi Nyatakan Presiden Boleh Memihak dan Kampanye

Pasalnya, SBY dan Megawati kala itu berkampanye karena terlibat dalam kontestasi Pilpres.

“Mereka berkampanye pada waktu itu (SBY, Megawati), Pak Jokowi dia selaku presiden incumbent, Bu Mega dia selaku Ketua Partainya. Pak Jokowi selaku apa? selaku bapaknya?” kata Ari di Palembang, Kamis (25/1/2024).

“Apa boleh selaku bapaknya boleh mengorbankan bangsa dan negara untuk kepentingan anaknya? ini menjadi pertanyaan kita,” imbuhnya.

Ari menjelaskan aturan yang tak melarang presiden untuk berkampanye muncul di zaman SBY.

Ia menyebut aturan tersebut lahir untuk mengakomodir kepentingan presiden yang hendak mengkampanyekan dirinya untuk menjadi presiden dua periode.

Baca Juga: Riwayat Pendidikan dan Karier Annisa Pohan, Berani Skakmat saat Disuruh Pindah Dukungan

Namun begitu, Ari juga mempertanyakan maksud Jokowi menyebut presiden boleh berkampanye dan memihak.

“Tapi kan sekarang mereka bukan incumbent, Pak Jokowi bukan incumbent. Pak Jokowi ini adalah presiden tidak bisa dipilih lagi,” ujar dia.

Oleh karena itu, Ari berharap agar Jokowi tetap netral dalam gelaran Pilpres 2024. Terlebih, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka turut menjadi peserta dengan menjadi cawapres.

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menilai bahwa pernyataan Jokowi mengenai hak presiden untuk berkampanye telah mengundang banyak penafsiran yang keliru.

"Deklarasi Presiden di Halim pada Rabu (24/1/2024) telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden terkait jawaban atas pertanyaan media tentang partisipasi menteri dalam tim sukses," ujar Ari Dwipayana melalui pesan singkat di Jakarta pada hari Kamis (25/1/2024).

Menurut dia, Presiden dalam merespon pertanyaan tersebut memberikan klarifikasi, terutama mengenai peraturan demokrasi yang berlaku bagi menteri dan presiden.

"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," kata Ari.

Presiden Jokowi dan Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024). (Suara.com/Novian)
Presiden Jokowi dan Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024). (Suara.com/Novian)

Tetapi, kata dia, ada persyaratan yang harus dipenuhi jika presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Dia mengatakan dengan diizinkannya presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam undang-undang.

"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," kata dia, dikutip dari Antara.

"Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," ujarnya lagi.

Selain itu, kata dia, dalam pernyataannya di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1) Presiden Widodo juga menegaskan bahwa semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main.

"Jika aturan memperbolehkan, silakan dilaksanakan. Namun, jika aturan melarang, maka tidak diperbolehkan. Dengan demikian, Presiden kembali menegaskan bahwa setiap pejabat publik atau pejabat politik diharapkan untuk mematuhi aturan demokrasi yang berlaku," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI