Suara.com - Hanya butuh tiga bulan bagi Presiden Joko Widodo mengubah pernyataannya 180 derajat soal kenetralan presiden dan menteri di Pilpres 2024.
Jejak digital merekam jelas pernyataan Presiden Jokowi pada November 2023 dan kemarin.
"Perlu saya sampaikan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, kota, semua harus netral. ASN semua harus netral. TNI semua harus netral!" kata Presiden Jokowi (1/11/2023).
Tak perlu waktu lama bagi presiden untuk mengubah pernyataan itu jadi kebalikannya. Pada Rabu (24/1/2024) ia mengatakan hal sebaliknya.
Baca Juga: Tom Lembong Blak-blakan Ungkap Penyebab Tersingkir dari Ring 1 Jokowi
"Itu hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri, sama saja. Yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, presiden itu boleh lho memihak," kata Jokowi.
Ucapan ini lantas memantik keramaian di masyarakat. Apalagi Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan soal presiden boleh kampanye di samping Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang saat ini sedang menjadi calon presiden nomor urut dua bersama anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, boleh menteri juga boleh," kata Jokowi.
Perbedaan ucapan ini membuat Jokowi mendapat julukan 'Man of Contradictions' dari netizen.
Jokowi Didesak Cuti
Baca Juga: Istana Buka Suara Soal Pernyataan Jokowi Presiden Boleh Kampanye Dan Memihak
Pernyataan Joko Widodo menciptakan sejumlah desakan, salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka mendesak Presiden Jokowi segera cuti dan menyerahkan kewenangan kepala negara kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
"Presiden segera melakukan cuti dan memberikan kewenangan kepada wakil presiden untuk menjalankan aktifitas presiden," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri, tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, lewat keterangan kepada Suara.com, Rabu (24/1/2024).
Gufron mengkhawatirkan jika Jokowi tidak segera cuti berpotensi memunculkan kecurangan.
"Jika Presiden tidak segera mengajukan cuti atau mundur sejak pernyataan hari ini maka potensi kecurangan pemilu akan tinggi dan besar terjadi," katanya.
Kalau Presiden Jokowi cuti, Gufron melanjutkan, akan bisa lebih bebas dalam berpolitik di Pilpres 2024. Selain itu, Jokowi bisa meminimalisir penyalahgunaan fasilitas negara.
"Penggunaan fasilitas negara untuk tujuan kepentingan politik jelas menyalahi prinsip pemilu yang seharusnya dijalankan secara jujur, adil, bebas dan demokratis," kata Gufron.
"Karena itu, setiap pejabat dan aparat negara tidak bisa dan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu, sebagaimana telah dinyatakan secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017," jelasnya.