Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut presiden hingga menteri boleh berpihak dan melaksanakan kampanye, menunjukkan standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi.
"Kami menilai bahwa statemen yang diucapkan oleh Jokowi menunjukan bahwa presiden memiliki standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu," kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya lewat keterangannya kepada Suara.com, Rabu (24/1/2024).
Dimas mengatakan, hal tersebut bahkan diatur secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur pejabat yang kampanye untuk tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya serta menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Kami pun menganggap bahwa pernyataan ini akan rawan disalahgunakan, sebab pejabat yang akan ikut kontestasi ataupun mendukung salah satu pasangan calon akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga dipastikan terjadi abuse of power," katanya.
Baca Juga: Soal Statmen Presiden Boleh Berkampanye, Pakar Hukum Nilai Jokowi Ingin Terus Berkuasa
Dimas mencontohkan, beberapa peristiwa yang melibatkan sejumlah menteri Presiden Jokowi.
"Tercermin dari politik bagi-bagi bantuan sosial atau bansos yang dilakukan para menteri dalam kabinet seperti halnya Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan," ujarnya.
"Alih-alih menegur para menteri dan meminta agar fokus di akhir masa jabatan, pernyataan Jokowi juga hanya akan membuat kinerja pemerintahannya tidak berjalan efektif di akhir periode," sambungnya.
Menurutnya sebagai presiden, Jokowi sangat tidak etis menyampaikan hal tersebut. Dimas juga bilang sebagai kepala negara harusnya Jokowi bekerja guna memastikan proses Pemilu berjalan lancar dan berkeadilan.
"Sebagai pelaksana demokrasi, menjadi sangat tidak etis dan layak Presiden Jokowi terang-terangan kepada publik menyampaikan pernyataan presiden dan menteri berhak kampanye serta berpihak. Dalam siklus politik elektoral, peran presiden seharusnya dapat memastikan bahwa ketegangan politik dapat diredam dengan menunjukan kenetralan serta memastikan Pemilu dapat berjalan dengan adil dan bermartabat," tegasnya.
Baca Juga: Ingatkan Tanggung Jawab, Pengamat Sarankan Mahfud MD Tak Mundur dari Menkopolhukam
"Ada etika politik yang dilanggar oleh Presiden, karena terang-terangan menciderai demokrasi prosedural dan substansial, sebab dapat diartikan ada keberpihakan," sambungnya.
Pernyataan Jokowi
Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memihak dan berkampanye, termasuk bagi seorang presiden. Hal itu ditegaskan Jokowi saat ditanya tanggapannya mengenai menteri yang tidak ada hubungan dengan politik justru jadi tim sukses.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Meski bisa ikut kampanye, Jokowi menegaskan presiden sekalipun tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik atau kampanye.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, boleh menteri juga boleh," kata Jokowi.
Hal senada ditegaskan Jokowi menanggapi pertanyaan bagaimana memastikan tidak ada konflik kepentingan pejabat negara yang ikut kampanye.
"Itu saja yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," katanya lagi.