Suara.com - Pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut jika presiden boleh berkampanye menimbulkan beragram komentar.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Benediktus Hestu Cipto Handoyo mengindikasikan Jokowi memang ingin terus melanggengkan kekuasaanya, melalui putranya Gibran Rakabumin Raka. Menurutnya, kondisi itu sama saja Jokowi sebagai incumbent juga melakukan kampaye.
"Padahal, Jokowi sudah tidak lagi layak untuk bertindak sebagai incumbent, karena sudah dua periode menjabat," kata Hestu dalam rilis yang diterima, Rabu (24/1/2024).
Baca Juga:
Baca Juga: TKN Prabowo-Gibran Heran Mahfud Baru Koar-koar Mundur dari Kabinet Jokowi
Raffi Ahmad Puji Gibran, Nagita Slavina Melongo Tatap Suami Selvi Ananda
Hestu memaparkan, Jokowi seakan ingin tiga kali periode.
"Karena tidak bisa, maka dia ikutan cawe-cawe berkampanye yang secara etika jelas tidak pantas dilakukan oleh kepala negara dan kepala pemerintahan yang merupakan milik seluruh rakyat bukan parpol atau paslon tertentu," jelas dia.
Lebih lanjut, Hestu mengatakan, dengan statement yang disampaikan bahwa presiden boleh kampanye maka secara politis dapat ditengerai penyerahan bantuan sosial merupakan upaya kampanye terselubung.
Bantuan yang akhir-akhir ini masih digelontorkan, oleh masyarakat dianggap sebagai bantuan dari presiden padahal bantuan tersebut berasal dari uang rakyat.
"Jadi statement presiden tersebut nampak hanya ingin menjustifikasi dan melegitimasi tindakan yang selama ini dilakukan dengan cawe cawe sebagai tindakan yang benar adanya. Padahal ditinjau dari perspektif etika ketanegaraan jelas tidak etis," paparnya.
Dia menambahkan, cara kampanye seperti ini tidak pernah dilakukan oleh presiden sebelumnya.
Baca Juga:
Hasil Survei Litbang Kompas, Ganjar-Mahfud Buktikan Jateng Masih Kandang Banteng
BPK: Akuisisi Pertamina Atas Perusahaan Energi Asal Prancis Rugikan Negara Rp870 Miliar
Ia mencontohkan, misalnya presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono setelah periode kedua juga tidak cawe-cawe dalam pemilihan presiden.
"Beliau (SBY) hanya menyiapkan masa transisi kepemimpinan dengan mengajak Jokowi berkantor di istana setelah jokowi menang pilpres 2014. Harusnya pola peralihan atau suksesi kepemimpinan yang pernah dilakukan oleh presiden sebelumnya dipakai sebagai convention of constitution yang baik. Tidak seperti yang dilakukan saat ini," kata Hestu.
Presiden Jokowi baru saja menyatakan bila Presiden maupun Menteri diperbolehkan untuk berkampanye dan memihak dalam pemilu 14 Februari 2024 mendatang. Jokowi beralasan, keberpihakan diperbolehkan asal tidak menggunakan fasilitas negara.