Minta Segera Ditarik, Pernyataan Jokowi Soal Presiden dan Menteri Boleh Berpihak di Pemilu Disebut Dangkal

Rabu, 24 Januari 2024 | 14:42 WIB
Minta Segera Ditarik, Pernyataan Jokowi Soal Presiden dan Menteri Boleh Berpihak di Pemilu Disebut Dangkal
Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal presiden dan menteri boleh berpihak dangkal. (Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi menarik pernyataannya. Pernyataan Jokowi yang dimaksud soal presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak di Pilpres atau Pemilu 2024.

Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, menilai pernyataan Jokowi tersebut dangkal dan berpotensi dijadikan alasan pembenar bagi pejabat dan aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan. Padahal netralitas aparatur negara menurutnya merupakan kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis.

"Pernyataan presiden sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024," kata Khoirunnisa kepada Suara.com, Rabu (24/1/2024).

"Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, mendampingi Prabowo Subianto," katanya menambahkan.

Menurut Khoirunnisa, pernyataan Jokowi soal presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak tersebut hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Padahal, lanjut Khoirunnisa, di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu khsusnya Pasal 282 terdapat larangan yang berbunyi; “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.

"Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakuakn di dalam masa kampanye. Dalam konteks ini, jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran Pemilu," jelasnya.

"Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta Pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye Pemilu. Apalagi tindakan itu dilakukan tidak dalam cuti di luar tanggungan negara," imbuhnya.

Di sisi lain, Khoirunnisa mengungkap dalam Pasal 283 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga terdapat ketentuan yang mengatur soal pejabat negara yang serta aparatur sipil negara yang dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keperbihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Baca Juga: Perludem: Gibran Harus Disanksi, Bagi-bagi Susu Di CFD Masuk Pelanggaran Pemilu

Ketentuan itu berbuyi “Pejabat negara, pejabat structural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI