Suara.com - Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menemui Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (24/1/2024). Kedatangannya untuk bersilaturahmi sekaligus meminta restu terkait pencapresannya. Pertemuan berlangsung selama hampir 2 jam.
"Saya sampaikan mohon doanya, mohon restunya dan Insya Allah nanti apa yang kita sedang usahakan untuk Indonesia lebih baik bisa tercapai," kata Anies melansir Antara.
Anies mengaku sebagai putra Yogyakarta yang juga tumbuh dan besar di sana. Oleh karena itu, bersilaturahmi dengan Sri Sultan HB X penting dilakukan.
"Saya sebagai putra Yogyakarta yang tumbuh besar di Yogyakarta, hanya kira-kira 600 meter dari Kepatihan yang sekarang kemudian bekerja, berkarier di Jakarta dan sedang mendapatkan amanah mengikuti proses kontestasi pemilihan presiden," ujar Anies.
Anies mengambil pelajaran terhadap model kepemimpinan Sri Sultan HB IX yang dinilai stabil, tenang, dan sopan, namun tegas dalam bersikap. Model kepemimpinan itu kini diteruskan oleh Sri Sultan HB X.
"Itu menjadi inspirasi dari mulai 'swargi' (almarhum) Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang diteruskan oleh Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk terus menjaga prinsip-prinsip kepemimpinan yang yang tenang yang stabil yang mengayomi tapi juga tegas dalam bersikap dan mampu menjaga suasana stabilitas jadi Itu kira-kira obrolan kami," jelasnya.
Dirinya menjadi peserta Pilpres 2024 terakhir yang menemui Sultan setelah sebelumnya capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo pada 27 Desember 2023, disusul capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo Subiato-Gibran Rakabuming Raka pada 22 Januari 2024 lebih dulu menemui Sultan.
Sementara itu, Sultan HB X mengemukakan kesan penerimaannya terhadap Anies tidak berbeda dengan dua capres yang lebih dulu menemuinya.
"Ya sama saja, yang namanya sama-sama berdialog, belajar ya saya tidak bisa untuk bisa punya kesimpulan-kesimpulan," kata dia.
Dirinya mengingatkan Anies bahwa sebagai pemimpin harus tetap menjaga kebhinekaan dengan berlaku adil tanpa membedakan-bedakan anak bangsa.
"Bagaimana pemimpin itu biarpun gede, kalau bisa pemimpin itu bisa mengibarkan semua bendera biar pun dia berasal dari satu bendera. Tidak merasa berkuasa biar pun berkuasa karena kekuasaan diaktifkan untuk rakyatnya semua tanpa membedakan karena sekecil apapun bendera itu diangkat tetap itu juga pemilihnya bagian dari anak Republik Indonesia sendiri," katanya.