kotak suara

Debat Keempat Capres Cawapres, Gus Muhaimin Soroti Persoalan Petani Gurem hingga Penanganan Krisis Iklim

Fabiola Febrinastri
Debat Keempat Capres Cawapres, Gus Muhaimin Soroti Persoalan Petani Gurem hingga Penanganan Krisis Iklim
Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut satu, Muhaimin Iskandar menyampaikan pemaparan saat Debat Capres-Cawapres keempat di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Penanganan krisis iklim, kata Gus Muhaimin, dimulai dengan etika lingkungan.

Suara.com - Debat keempat capres dan cawapres, yang membahas antara lain soal pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup, sumber daya alam, pangan, dan masyarakat adat berlangsung di JCC Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Dalam debat tersebut, Calon Wakil Presiden nomor urut satu dari Koalisi Perubahan Muhaimin Iskandar membuka debat dengan mengutip statemen dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asyari.

“Hadratus syekh KH Hasyim Asyari pendiri NU mengatakan petani adalah penolong negeri, tetapi hari ini kita menyaksikan negara dan pemerintah abai terhadap nasib petani dan nelayan kita. Hari ini kita menyaksikan bukti bahwa hasil sensus pertanian BPS menunjukkan bahwa 10 tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, berjumlah hampir tiga juta,” ujar cucu pendiri NU, KH. Bisri Syansuri itu.

Ini artinya, kata Gus Muhaimin, ada 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah 0,5 hektare.

Baca Juga: Ramadan Berkah: Zakat Tembus Rp41 Triliun, Cak Imin Optimis Atasi Kesenjangan Ekonomi

“Sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektare sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya. Di sisi lain, kita sangat prihatin, upaya pengadaan pangan nasional dilakukan melalui food estate. Food estate terbukti mengabaikan petani kita, meninggalkan masyarakat adat kita, menghasilkan konflik agraria, dan bahkan merusak lingkungan kita. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Gus Muhaimin pun menyoroti krisis iklim.

“Kita menyaksikan bencana ekonomi terjadi di mana-mana. Negara harus serius mengatasinya. Tidak hanya mengandalkan proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalah itu,” ucap dia.

Penanganan krisis iklim, kata Gus Muhaimin, dimulai dengan etika lingkungan.

“Kita tidak seimbang di dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan, anggaran krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor yang lain,” paparnya.

Baca Juga: Muhaimin Ungkap Alasan Prabowo Marah Soal Komunikasi Pejabat: Harusnya Beri Solusi

Pembangunan nasional dan kebijakan nasional, jelas Gus Muhaimin, harus berpijak pada namanya keadilan: keadilan iklim, keadilan ekologi, keadilan antargenerasi, keadilan agraria, dan tentu keadilan sosial.