Suara.com - Calon Presiden Ganjar Pranowo berziarah ke makam Eyang Suro atau Ki Ngabehi Ageng Soerodiwirdjo.
Pada akun instagramnya, Ganjar Pranowo menyebut Eyang Suro mirip dengan sosok Ip Man di Tiongkok.
"Jika Tiongkok punya sosok Ip Man, maka kita punya Ki Ngabehi Ageng Soerodiwirdjo Eyang Suro. Grandmaster yang sangat berjasa pada ilmu bela diri dan pencak silat," tulis Ganjar Pranowo.
Baca Juga:
Baca Juga: Berseberangan dengan Jokowi, Slank Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud Hari Ini
Disebut Mirip John Wick, Ternyata Segini Harga Jam Tangan Mahfud MD
BPK: Akuisisi Pertamina Atas Perusahaan Energi Asal Prancis Rugikan Negara Rp870 Miliar
Ganjar mengatakan, Eyang Suro tidak hanya mengajarkan bagaimana menjaga diri, tapi juga mengajarkan bagaimana menjaga kehormatan dan persaudaraan.
Dari ilmu yang diajarkan, lahirlah beragam keluarga silat di tanah air bahkan mancanegara.
"Alhamdulillah hari ini bisa ziarah ke makam beliau di Madiun. Semoga spirit juang dan persaudaraan yang beliau ajarkan menular kepada kita semua," tulis Ganjar.
Sosok Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo
Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo adalah sosok yang memiliki peran penting dalam perkembangan pencak silat di Indonesia. Eyang Suro adalah pendiri Persaudaraan Setia Hati (SH), salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia.
Ki Ageng Soerodiwirdjo lahir di Surabaya pada tahun 1876. Berasal dari keluarga bangsawan dan memiliki garis keturunan dari Batoro Katong, salah satu tokoh penyebar agama Islam di Ponorogo.
Sejak kecil, Ki Ageng Soerodiwirdjo sudah menunjukkan ketertarikannya pada dunia pencak silat.
Belajar pencak silat di berbagai aliran, mulai dari Cimande, Cikalong, Cibaduyut, Ciampea, Sumedangan, Betawi, Kwitangan, Monyetan, hingga Toya.
Pada tahun 1903, Ki Ageng Soerodiwirdjo mendirikan perkumpulan pencak silat di daerah Tambak Gringsing, Surabaya. Perkumpulan ini awalnya bernama Sedulur Tunggal Kecer dan permainan pencak silatnya bernama Joyo Gendelo.
Tujuan Ki Ageng Soerodiwirdjo mendirikan perkumpulan ini adalah untuk mempersatukan para pendekar pencak silat dan menanamkan rasa persaudaraan serta nasionalisme di kalangan pemuda.
Pada tahun 1917, nama perkumpulan tersebut diubah menjadi Persaudaraan Setia Hati. Perkumpulan ini kemudian berkembang pesat dan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Ki Ageng Soerodiwirdjo wafat pada tahun 1944 di usia 68 tahun. Beliau meninggalkan warisan berupa Persaudaraan Setia Hati yang hingga kini masih eksis dan menjadi salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia.