Suara.com - Isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini sedang ramai diperbincangkan. Namun, menurut Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid, wacana untuk melengserkan Jokowi dari posisi sebagai kepala negara dianggap sangat politis.
"Ini sangat destruktif dalam upaya membangun demokrasi konstitusional saat ini dan lebih berorientasi pada upaya mendelegitimasi Pemilu 2024," katanya, Kamis (18/1/2024).
Diketahui, wacana pemakzulan terhadap Jokowi datang dari sejumlah tokoh yang mengatasnamakan Petisi 100. Usulan tersebut disampaikan mereka saat bertemu Menko Polhukam, Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2024).
Beberapa tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 tersebut di antaranya; Faizal Assegaf, Marwan Batubara, Letnan Jenderal TNI Marsekal Purn Suharto dan Syukri Fadoli.
Baca Juga: Telah Makan Korban, Ganjar Pranowo Dukung Bendera Partai Hingga Spanduk Caleg Ditertibkan
Soal hal itu, Fahri Bachmid juga menganggap isu pemakzulan terhadap Jokowi sangat imajiner karena tidak didukung dengan dasar yang kuat secara konstitusional.
"Secara konstitusional discourse (wacana) terkait pemakzulan presiden (Jokowi) tidak mempunyai basis legal konstitusional, sehingga bernuansa imajiner belaka," ujarnya.
Menurutnya, presiden baru bisa dimakzulkan jika terbukti melakukan sejumlah pelanggaran seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, perbuatan tercela dan pidana berat lainnya.
"Ketentuan terkait proses tersebut kemudian diajukan Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang - kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR," ujarnya.
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo, Dua Negarawan Panutan Erick Thohir