Suara.com - Tak dapat dipungkiri kalau perempuan di Indonesia masih menghadapi banyak persoalan, mulai dari kekerasan, kesempatan kerja terbatas, akses kesehatan, pendidikan, hingga politik.
Hal itu menandakan kalau perempuan masih tertinggal dalam banyak bidang. Perempuan masih lebih banyak bekerja pada sektor informal dan mengurus rumah tangga.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat jumlah perempuan yang bekerja di sektor informal berjumlah 65,35 persen. Sementara perempuan pekerja di sektor formal hanya 34,65 persen.
Selain dari kesempatan kerja, upah yang diterima perempuan pun masih timpang. Lagi-lagi merujuk pada Badan Pusat Statistik (2021) mendapati: lama rata-rata sekolah untuk perempuan adalah 8,17 tahun dan laki-laki 8,92 tahun.
Kondisi tersebut pun berdampak pada rendahnya upah bagi pekerja perempuan dibanding laki-laki. Upah rata-rata per jam perempuan Rp17.848, lebih rendah dari laki-lai Rp18.120 merujuk pada data BPS pada 2021.
Selain itu, ketimpangan gender dari pekerjaan hingga upah. Ketimpangan ini pun terjadi pada bidang politik, belum lagi perempuan kerap mengalami kekerasan karena ketidakadilan gender yang dilanggengkan oleh budaya patriarki.
Mengingat sudah memasuki kontestasi politik, bagaimana capres-cawapres dalam menghadapi posisi perempuan yang masih terpinggirkan. Berikut ulasannya.
Anies-Muhaimin
Dalam visi misinya, menjamin paslon nomor urut 1 kesetaraan kesempatan bagi perempuan untuk berkarya di berbagai bidang.
1. Mendukung perempuan di setiap peran dengan menghadirkan cuti ayah saat istri melahirkan.