Suara.com - Belakangan ini masih ramai dibahas mengenai dana kampanye yang janggal. Hal itu bermula dari KPU yang mengungkapkan surat laporan perihal dugaan transaksi janggal untuk pembiayaan kampanye. Surat itu sebelumnya disampaikan oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.
Anggota KPU Idham Holik menjelaskan dalam surat itu, PPATK mengungkapkan bahwa ada rekening bendahara partai politik yang pada periode April hingga Oktober 2023 terjadi transaksi uang masuk dan keluar dalam jumlah ratusan miliar rupiah.
"PPATK menjelaskan, transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia," kata Idham.
Menurut dia, temuan PPATK menunjukkan ada lebih dari setengah triliun rupiah uang mengalir dalam transaksi yang dirasa janggal. Namun, PPATK tidak merinci sumber dan penerima dana tersebut.
Baca Juga: Sudah Diberikan Akses oleh KPU, Namun Gerak Bawaslu Cek Sikadeka Malah Terbatas
"Data hanya diberikan dalam bentuk data global, tidak terinci, hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan," ujar Idham.
Selain itu, PPATK juga memantau safe deposit box (SDB) pada Januari 2022 hingga akhir 30 September 2023, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dari kabar tersebut, lantas siapa saja yang boleh menyumbang dana kampanye? Berikut ulasannya.
Siapa saja yang boleh menyumbang dana kampanye?
Diketahui, dana kampanye diatur dalam Peraturan KPU Noor 18 Tahun 2023 tentanng Dana Kampanye Pemilihan Umum. Aturan itu juga merujuk pada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Baca Juga: Tambang Ilegal di Konawe Selatan Dicokok Polisi, Perusahaan Ternyata Sudah Berizin
Pasal 6 menyebutkan dana kampanye dari pasangan calon berasal dari harta kekayaan pribadi, keuangan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon, dan dari sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Selain itu, sumber terakhir bisa berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan dan/atau badan usaha nonpemerintah.
Perseorangan yang dimaksud adalah perorangan individu, suami/istri dan/atau keluarga pasangan calon, suami/istri dan/atau keluarga pengurus partai politik, anggota partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon.
Sementara itu, untuk kategori kelompok merupakan kelompok yang berbadan hukum selain organisasi masyarakat yang diatur dalam UU mengenai aturan organisasi masyarakat.
Ada juga perusahaan atau badan nonpemerintah terdiri atas perusahaan dan/atau badan usaha nonpemerintah yang berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berapa Batas Jumlah Sumbangan Dana Kampanye?
Tentu saja, dana kampanye memiliki batas nilai sumbangan dalam Pemilihan Umum. Hal itu pun sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Aturan tentang batasan jumlah dana kampanye dalam Pemilu dan Pilpres diatur dalam Pasal 326 dan 327 UU Pemilu. Dalam beleid itu disebutkan 2 sumber kategori sumbangan, yaitu berasal dari Badan Hukum Usaha dan Perseorangan.
Apabila sumbangan dana kampanye Pemilu dan Pilpres berasal dari Badan Hukum Usaha maka jumlahnya maksimal Rp 25 miliar untuk satu kali menyumbang. Sedangkan jumlah sumbangan dana kampanye untuk Pemilu dan Pilpres kategori perseorangan dibatasi maksimal Rp 2,5 miliar.
Sementara, jumlah sumbangan kampanye untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia kategori perseorangan dibatasi Rp 750.000.000. Kemudian sumbangan kampanye dari Badan Hukum Usaha untuk calon anggota DPD RI maksimal dibatasi Rp 1,5 miliar.
UU Pemilu juga melarang calon legislatif, capres-cawapres, hingga calon anggota DPD menerima sumbangan dari pihak asing. Yang dikategorikan pihak asing dalam UU Pemilu adalah warga negara asing secara individu atau kelompok seperti komunitas, organisasi non-pemerintah (NGO), organisasi masyarakat asing, pemerintahan asing, dan perusahaan asing.