Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta untuk melakukan proses investigasi terkait kasus kekerasan yang terjadi terhadap Relawan Ganjar-Mahfud, beberapa waktu lalu.
Desakan tersebut disampaikan Pengamat Militer Al Araf agar tidak kemudian menjadi bom waktu dalam demokrasi di Indonesia.
"Komnas HAM harus bekerja untuk investigasi supaya ada ruang lain di luar pengadilan militer. Untuk menemukan hal itu, jangan diam Komnas HAM dan saya rasa kalau hal-hal ini didiamkan, kita sedang menaruh bom waktu dalam politik demokrasi di Indonesia,” kata Al Araf dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara," katanya seperti dikutip Antara, Kamis (4/1/2024).
Dengan turunnya Komnas HAM, AL Araf berharap bisa membuka mata publik mengenai potensi dugaan terjadinya kekerasan politik dalam peristiwa yang terjadi di Boyolali.
Baca Juga: Enam Prajurit TNI Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali
Apalagi peristiwa itu terjadi dalam konteks masa kampanye Pemilu 2024, saat relawan sedang berkampanye dan menggunakan atribut-atribut yang mencerminkan dukungannya pada paslon nomor urut tiga tersebut.
Al Araf sendiri menyayangkan sikap Komnas HAM yang pasif dan tidak melakukan koreksi, bahkan cenderung diam.
"Saya bingung Komnas HAM diam terus dalam beragam kasus. Itu bukan hanya ini saja, sementara Komnas HAM juga harus bekerja untuk hal itu," katanya.
Lebih lanjut, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative mencurigai penganiayaan terhadap tujuh relawan itu tidak hanya disebabkan hal yang biasa, melainkan adanya 'perintah' dari seseorang yang memiliki kepentingan politik.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti peran Komnas HAM yang sentral dalam pengusutan kasus tersebut. Bahkan, temuan Komnas HAM di lapangan bisa melengkapi temuan TNI untuk memberikan sejumlah rekomendasi kepada pimpinan serta mengingatkan kembali arah netralitas institusi pertahanan negara itu.
Baca Juga: Peristiwa Boyolali Jadi Ujian Integritas Pemilu, TPN: Jangan Sampai Jadi Noda Demokrasi Kita
Karena itu, ia meminta Komnas HAM mengusut tuntas kasus Boyolali agar pesta demokrasi di Indonesia tidak cacat, baik secara hukum dan bisa berjalan dengan kondusif, aman serta sesuai aturan yang berlaku.
"Jangan sampai masyarakat menganggap kekuasaan secara telanjang mempermainkan proses politik dan pemilu dengan segala cara. Dengan instrumen semuanya, mulai ada proses mengakali aturan sampai terjadinya kekerasan mobilisasi instrumen aparat negara. Ini tak ubahnya ini pemilu seperti masa orde baru," katanya.