Suara.com - Panggung politik mendadak panas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Drama demi drama ditampilkan para punggawa politik kepada publik sejak 2023.
Sebelum adanya deklarasi calon presiden (capres) atau cawapres, partai politik akan sibuk membentuk koalisi untuk mengumpulkan kekuatan demi memenangkan Pilpres 2024.
Dari satu pertemuan ke pertemuan antarpolitisi terjadi untuk menemukan kecocokan sampai melahirkan kesepakatan berjalan bersama menuju pesta demokrasi lima tahunan.
Dari 2022 lalu berjalan ke awal 2023 hingga menyambut 2024, masyarakat kerap disajikan pertemuan mengejutkan, menggembirakan hingga pengkhianatan.
Baca Juga: Penghujung 2023: Ganjar Istigasah di Jateng, Mahfud Malam Tahun Baruan di Jakarta
Berikut rangkuman dari Suara.com mengenai drama politik sepanjang 2023:
1. Anies Tinggalkan AHY
Sejak resmi diusung Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada 2022 lalu sebagai calon presiden (capres), Anies Baswedan bergerilya untuk mencari sosok cawapres yang menurutnya ideal.
Salah satu yang ia dekati ialah Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pada awal 2023, Partai Demokrat masih berada di Koalisi Perubahan bersama NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Baca Juga: Jakarta di 2023: Kematian Misterius, Pembunuh Berantai Anak hingga Skandal Firli Bahuri
Dengan demikian, AHY menjadi salah satu tokoh yang masuk radar sebagai cawapres Anies.
Pertemuan demi pertemuan pun dilakukan keduanya.
Saking mesranya, AHY digadang-gadang menjadi tokoh yang paling pantas mendampingi Anies di Pilpres 2024.
Namun sayang, kemesraan itu buyar setelah Anies resmi dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya menyebut keputusan itu dilakukan secara tiba-tiba. Sebabnya, ia mengetahui, Anies dan AHY justru tengah menyiapkan deklarasi sebagai capres-cawapres.
Bahkan keputusan memasangkan Anies dengan Cak Imin dilakukan Partai NasDem tanpa sepengetahuan Partai Demokrat.
"Sesuatu yang tidak terduga dan sulit dipercaya terjadi. Di tengah proses finalisasi kerja Parpol koalisi bersama capres Anies dan persiapan deklarasi, tiba-tiba terjadi perubahan fundamental dan mengejutkan," kata Teuku.
2. Cak Imin Lelah dengan Prabowo
Masih ingat dengan deklarasi koalisi Partai Gerindra dan PKB di penghujung 2022?
Deklarasi itu ditandai dengan menandatanganan piagam deklarasi yang disaksikan seluruh kader di Sentul International Convention Center (SICC), Sentul, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2023).
Ada 5 poin yang disepakati dalam piagam deklarasi tersebut. Salah satunya berbunyi "Calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung oleh kerja sama politik Partai Gerindra dan PKB akan ditentukan secara bersama-sama oleh Ketua Dewan Pembina/Ketua Umum Partai Gerindra H.Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB H.Abdul Muhaimin Iskandar".
Kesepakatan tinggal kesepakatan.
Setelah deklarasi Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) itu dilakukan, nyatanya Prabowo tak kunjung menunjuk cawapres yang mendampinginya di Pilpres 2024. Padahal di sisi lain, PKB menginginkan agar Cak Imin bisa segera diumumkan sebagai cawapresnya Prabowo.
Kendati demikian, PKB masih berusaha tetap setia dengan Gerindra terlebih ada penambahan kekuatan dari Partai Golkar, PBB dan PAN.
Seiring berjalannya waktu, Prabowo mengubah nama koalisi menjadi Koalisi Perubahan.
Mengejutkannya, Cak Imin mengaku tidak tahu kalau nama koalisi akan diubah.
"Tentu saya akan lapor ke partai bahwa perkembangannya sudah berubah. Berarti KKIR dibubarkan dong? Nah saya nggak tahu, saya akan melapor ke partai dulu," kata Cak Imin itu usai acara tersebut di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (28/8/2023) malam.
Tak lama kemudian, Cak Imin malah muncul sebagai cawapres Anies.
Pasangan capres-cawapres Anies-Cak Imin resmi dideklarasikan di Hotel Majapahit, Surabaya, Sabtu (2/9/2023).
Tak heboh seperti pelaksanaan deklarasi Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), perpisahan Gerindra dan PKB berlalu tanpa adanya pengumuman resmi.
3. PSI Batalkan Dukungan ke Ganjar
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kerap mencuri perhatian dengan berbagai pernyataannya, tidak terkecuali ketika mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) pada 2022.
Padahal, PDIP yang notabene sebagai 'rumah' Ganjar pun belum memutuskan siapa capres yang bakal diusung di Pilpres 2024.
Keputusan PSI tersebut diambil melalui hasil Rembuk Rakyat.
"Sejak awal, Mas Ganjar unggul dibanding kandidat lain. Bagi PSI, Ganjar Pranowo adalah calon terbaik karena memiliki visi Kebangsaan dan Kebhinekaan yang sama dengan apa yang selama ini diperjuangkan oleh PSI. Selain itu, PSI melihat Mas Ganjar sebagai sosok yang paling pas untuk melanjutkan kerja-kerja yang selama ini telah dilakukan Pak Jokowi dalam memajukan Indonesia," demikian isi hasil Rembuk Rakyat.
Berubah tahun, berubah pula keputusan PSI.
Pada 2023, PSI memutuskan untuk mengikuti arah politik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal tersebut disampaikan PSI melalui hasil Kopi Darat Nasional atau Kopdarnas PSI di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023) malam.
Sampai pada akhirnya, PSI menentukan arahnya di Pilpres 2024 yakni dengan mendukung capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Keputusan tersebut disampaikan oleh Kaesang Pangarep usai resmi menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Kami Partai Solidaritas Indonesia siap mendukung Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024," kata Kaesang dalam acara Konser Pilpres Santuy "Ojo Rungkad" di Ballroom The Jakarta Theater, Selasa (24/10/2023).
4. Kader PPP Bermanuver ke Tetangga
Di akhir 2023, kabar mengejutkan datang dari keluarga PPP.
Pejuang PPP secara resmi mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Padahal PPP diketahui berada di barisan partai pendukung Ganjar-Mahfud MD.
Tak tanggung-tanggung, deklarasi Pejuang PPP dikomando oleh Wakil Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, Witjaksono.
Dirinya mengaku sudah berkomunikasi dengan elite PPP sehingga tak ada rasa takut memutuskan bermanuver ke tetangga sebelah.
Sebanyak 300 kader PPP lebih memilih mendukung Prabowo-Gibran karena mereka mengaku mendapatkan aspirasi dari akar rumput.
5. Pengkhianatan Klan Jokowi ke PDIP
Manuver keluarga Jokowi dari PDIP menjadi tontonan paling menarik dari panggung politik.
Bagaimana tidak, PDIP dikenal sebagai partai yang dipenuhi kader 'nurut' atas perintah sang ketua umum Megawati Soekarnoputri.
Akan tetapi, pandangan itu nampaknya sudah tidak berlaku bagi keluarga Jokowi.
Hal tersebut dibuktikan dengan keputusan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres Prabowo. Padahal ia masih berstatus kader PDIP aktif.
Bukan hanya Gibran, menantu Jokowi yakni Bobby Nasution juga turut mengikuti jejak kakak iparnya tersebut.
Bahkan ia berani memimpin deklarasi Prabowo-Gibran dari Barisan Pengusaha Pejuang pada November 2023.
Belum lagi putra bungsu Jokowi, Kaesang yang tiba-tiba didapuk menjadi ketua umum PSI.
Terpisah, Jokowi sempat menyinggung pertarungan politik bergulir bak drama korea (drakor). Sebabnya, yang ia lihat justru lebih banyak dramanya ketimbang adu gagasan.
"Karena saya melihat akhir-akhir ini, yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya. Sinetron yang kita lihat," kata Jokowi dalam pidatonya di HUT ke-59 Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Senin (6/11).
Pernyataan itu sempat disinggung oleh politisi PDIP, Masinton Pasaribu. Menurutnya, Jokowi lah yang menjadi sutradara di balik drakor di panggung politik saat ini.
"Iya drama ini udah lah, ini pemain drama semua pak. Jangan ada drama-drama tapi lu nyutradarain. Nggak mau drama tapi lu nyutradarain, ya sama aja," kata Masinton dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (16/11/2023).
Ucapan Masinton itu tidak terlepas dari keputusan klan Jokowi untuk ke luar barisan partai.
"Udah jangan pura-pura lagi, drama-drama sok santun, manipulatif. Pemimpin itu satunya kata dan perbuatan. Belaga ini seakan-akan kayak mau dizalimi udahlah, rakyat udah pada tahu," ujar Masinton.