![Pejalan kaki melintasi jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang tertutup oleh alat peraga kampanye Pemilu 2024 di Jakarta, Rabu (27/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/12/27/12326-jpo-tertutup-apk-jpo-tertutup-alat-peraga-kampanye.jpg)
Trubus melihat, para caleg yang menempel APK seenaknya, hanya sebatas orang yang berambisi untuk berkuasa.
Mereka, hanya berpikir bagaimana bisa terpilih lantaran sudah mengeluarkan modal yang cukup besar untuk memproduksi APK tanpa mengindahkan aturan.
Sebabnya, tak sedikit para Caleg yang memantek atau memaku baliho mereka di batang pohon yang berada di pinggir jalan.
“Mereka hanya berambisi bagai mana bisa terpilih, karena sudah menghabiskan modal cukup banyak,” ucap Trubus.
Trubus menilai demokrasi yang dilakukan oleh para caleg saat ini sudah kebablasan lantaran telah menabrak aturan-aturan yang telah ditetapkan.
“Memang ini pesta demokrasi, tapi jangan sampai menabrak aturan,” ungkapnya.
Sementara itu, Trubus menyebut, di zaman saat ini, para Caleg seharusnya memanfaatkan sosial media untuk kampanye.
Selain jangkauannya lebih luas, sosial media juga bisa menekan biaya kampanye lebih murah dibandingkan harus mencetak APK.
“Ini juga kan untuk menghindari para caleg stres, kalau gagal terpilih. Artinya modal yang dikeluarkan relatif lebih murah,” tandasnya.
Baca Juga: Pemilu 2024 jadi Ladang Cuan Tukang Sablon di Jakarta, Untung 200 Persen Garap Atribut Caleg