Suara.com - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 tidak melanggar norma etik hukum.
Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap sebagian pihak menguntungkan Gibran karena meloloskan untuk mencalonkan diri sebagai cawapres juga tidak akan gugur karena adanya pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman.
"Dari segi hukum, jelas putusan MK adalah final dan mengikat, sehingga tidak akan gugur karena terjadi pelanggaran etik,” kata Yusril kepada wartawan, Kamis (28/12/2023).
Yusril lantas menjelaskan tentang perbedaan mendasar antara pelanggaran norma etik dengan norma tentang perilaku atau code of conduct. Dia menyebut keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Anwar Usman terkait pelanggaran etik merupakan bagian dari norma perilaku bukan norma etik hukum.
“Keputusan yang diambil Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam kasus Pak Anwar Usman itu berbeda dengan norma etik dalam teori dan filsafat hukum. Peraturan (MKMK) itu dibuat dari derivasi undang-undang, sebagaimana juga peraturan kode etik hakim MK. Karena itu derivasi undang-undang, maka kedudukannya di bawah undang-undang kalau dilihat dari hierarki hukum,” beber Yusril.
“Harus kita pahami betul (apa yang dilanggar Anwar Usman) adalah code of conduct, norma tentang perilaku, bukan norma mendasar di dalam filsafat hukum. Pengambil keputusan di dewan etik mestinya sadar apa yang mereka lakukan terbatas pada code of conduct, bukan pada norma etik yang ada di teori hukum,” sambungnya.
Di sisi lain, menurut Yusril, pelanggaran etik yang menjerat Anwar Usman juga tidak memiliki unsur pidana.
“Secara teori hukum, kita tahu kalau terjadi pelanggaran hukum, pasti ada pelanggaran etik. Tapi kalau terjadi pelanggaran etik dalam makna code of conduct, belum tentu ada pelanggaran hukum. Jadi kasusnya Pak Anwar Usman dengan Pak Firli di KPK itu sangat berbeda. Karena di kasus Pak Anwar tidak ada tindakan hukum apapun, maka dewan etik harus bekerja dan memberikan sanksi etik,” tuturnya.
Atas hal itu, Yusril yang merupakan Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut mengingat kepada semua pihak untuk tidak memandang pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman sebagai pelanggaran etik fundamental dalam filsafat hukum.
Baca Juga: Mahfud Tak Percaya Survei CSIS, Kubu Prabowo-Gibran: Biasalah, Karena Surveinya Di Bawah
“Sekali lagi jangan dianggap pelanggaran yang diputuskan MKMK terhadap Pak Anwar Usman sebagai pelanggaran etik fundamental dalam filsafat hukum, tapi dalam konteks code of conduct dalam menjalankan jabatan tertentu di satu organisasi," imbuhnya.