Susilo senang bukan kepala lantaran Ganjar memilih rumahnya untuk menginap.
Bersama warga lain, dia menyiapkan kedatangan Ganjar semaksimal mungkin, meski kata dia, maksimal itu juga berarti seada-adanya.
"Alhamdulillah. Dibantu teman-teman relawan, keluarga saya bisa menerima kedatangan Pak Ganjar.” kata Susilo.
Kisah Ganjar dan Susilo sesungguhnya bukanlah sekedar tentang betapa bahagianya dikunjung dan mengunjungi itu. Juga bukan kisah tentang menginap semalam. Ngakak, ke pembaringan, terlelap, esok paginya ngopi, lalu melambai tangan sampai izin pamit.
Kisah keduanya datang dari sembilan tahun lampau, dari kesulitan nasib, kemiskinan yang menghimpit, dan mimpi anak-anak yang jauh dari keadaan.

Sekolah, bagi Susilo, dan juga anak-anaknya terlampau tinggi dari situasi. Kesulitan yang menghimpit, menjauhkan anak-anak-anaknya dari mimpi indah tentang bangku sekolah.
Ganjar Pranowo sesungguhnya juga lahir dari keluarga yang tak begitu jauh dari keadaan keadaan Susilo itu. Serba kekurangan, ayahnya hanya seorang polisi berpangkat rendah dan ibunya berdagang di toko kelontong, dan rasanya begitu susah mengantar semua anak menjemput mimpi.
Ganjar bahkan sempat cuti kuliah setahun, jual bensin pinggir jalan, dan itu demi membayar uang kuliah serta makan sehari-hari.
Hidup yang pahit itulah yang melecut Ganjar merintis SMK Gratis di Jawa Tengah, ketika dia menjabat gubernur. Anak-anak dari keluarga tak mampu, sekolah dan tinggal di asrama. Gratis, tanpa bayar sepeserpun. Sekolah yang dirintis Ganjar itu, menjelma menjadi secercah cahaya diujung lorong gelap bagi Susilo.
Baca Juga: Elektabilitas Jeblok di Sejumlah Survei, Ini Alasan Ganjar Tetap Santuy
Bagus, putra Susilo tamat SMP yang terhitung cerdas, tapi ekonomi keluarga terlalu doyong untuk mengongkos, mengadu peruntungan di sekolah itu. Dia lulus tes dan bisa tamat pada 2017.