Suara.com - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak melakukan pelanggaran etik lantaran memproses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres). Menurutnya tudingan KPU melanggar karena meloloslan Gibran tidaklah benar.
Hal itu dikatakan Yusril dalam menanggapi laporan Demas Brian Sicaksono, PH Hariyanto dan Rumondang Damanik kepada Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP) yang mulai bersidang hari Jum’at 22 Desember 2024 yang lalu.
Pakar Hukum Tata Negara itu mengatakan, untik menilai ada tidaknya pelanggaran etik atas norma Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP tersebut adalah bagaimana menafsirkan kata “secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan”.
"Kalau 'secara tegas' ditafsirkan secara limitatif pada PKPU dalil tersebut seolah nampak benar adanya," ujar Yusril kepada wartawan, Senin (25/12/2023).
Namun menurut Yusril, tafsir atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat dibatasi hanya pada PKPU saja. Sebab, di atas PKPU masih ada Peraturan Pemerintah (PP), Undang-undang (UUD) dan UUD 1945.
"KPU memproses pencalonan Gibran, bukanlah suatu pembiaran yang merupakan tindakan pasif, tetapi merupakan suatu tindakan aktif," ungkapnya.
"Para komisioner KPU itu bertindak demikian didasarkan atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2024 yang telah mengubah ketentuan Pasal 117 UU Pemilu," jelasnya menambahkan.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut, usia capres dan cawapres telah dimaknai oleh MK boleh berusia dibawah 40 tahun jika calon tersebut pernah dan/atau sedang menjabat dalam jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk Pilkada.
"Dengan adanya Putusan MK tersebut maka norma Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berubah sejak tanggal itu, tanpa harus menunggu Presiden dan DPR mengubah UU Pemilu," jelasnya.
KPU memang belum dapat mengubah peraturannya sendiri karena terbentur dengan jadwal tahapan Pemilu yang harus dipatuhi. Selain itu, perubahan PKPU memerlukan konsultasi dengan DPR, sementara ketika itu DPR sedang reses.
Dalam situasi seperti itu, kata Yusril, KPU tidak punya pilihan kecuali melaksanakan Putusan MK dan mengabaikan PKPU yang dibuatnya sendiri.
"Putusan MK mempunyai kedudukan yang setara dengan UU, sehingga kedudukannya lebih tinggi dari PKPU," kata Yusril.
Oleh karena itu, Yusril berkeyakinan DKPP akan menolak laporan tersebut karena tidak beralasan hukum dan beralasan etik samasekali. KPU telah melaksanakan proses pencalonan Gibran berdasarkan Putusan MK, dan itu telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum.
"Seluruh komisioner KPU tidak melakukan pelanggaran etik apapun sebagaimana didalillan oleh para pelapor," pungkasnya.