Suara.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengkritisi gerakan Revolusi Mental yang dijalankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi selama dua periode pemerintahannya.
Menurutnya, Revolusi Mental telah gagal dijalankan.
Hal tersebut disampaikan Cak Imin ketika menghadiri acara diskusi bersama mahasiswa Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (24/12/2023).
"Karena kalau mau jujur, sebenarnya yang lebih tepat itu apa, revolusi sebenarnya. Tapi kata-kata revolusi agak kacau, sejak revolusi mental gagal dijalankan dengan baik," kata Cak Imin.
Baca Juga: Gibran Gacor di Debat Cawapres, TKN Fanta: Bukan Kacang-kacang
Kegagalan Revolusi Mental itu lantas mendorong Cak Imin membuat jargon yang lebih mudah yakni slepet.
"Jadi terpaksa kasih istilah lebih mudah dan kemudian tidak mengganggu, karena 10 tahun revolusi mental jadi revolusi mental, nah itu," tambahnya.
Maksud istilah slepet yang selama ini digembar-gemborkan Cak Imin ialah niat untuk menuntaskan setiap permasalahan yang ada.
"Begini, kalau lihat akar masalahnya kemiskinan enggak habis-habis. Ketidakadilan terjadi di mana-mana, sistem yang buruk itu adalah akar masalah, akar masalah yang pertama. Itu sebetulnya yang harus kita slepet saya telusuri satu-satu," terangnya.
Revolusi Mental sendiri dikenal sebagai jargo milik Jokowi sejak masa kampanye Pilpres 2014.
Baca Juga: Sentimen Tiga Cawapres di Media Sosial Pasca Debat, Hasilnya Diluar Prediksi
Maksud dari revolusi mental itu ialah di mana warga Indonesia harus mengenal karakter asli bangsa.
Jokowi pernah menjelaskan, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berkarakter ramah, santun, hingga bergotong royong.
Menurutnya, karakter itu semestinya bisa menjadi modal untuk menjadikan masyarakat menjadi sejahtera.
"Tapi saya juga ndak tahu kenapa, sedikit demi sedikit (karakter) itu berubah dan kita ndak sadar. Yang lebih parah lagi ndak ada yang nge-rem. Yang seperti itulah yang merusak mental," kata Jokowi.
Lebih lanjut, Kepala Negara juga meyakini revolusi bisa menjadi jalur untuk mengembalikan keaslian bangsa Indonesia.
Salah satunya ialah melalui pendidikan berkualitas hingga penegakan hukum tanpa pandang bulu.
"Kita harus mengembalikan karakter warga negara ke apa yang menjadi keaslian kita, orisinalitas kita, identitas kita," tegasnya.