Suara.com - Kesehatan mental kekinian memang perlu menjadi perhatian, terutama bagi pemerintah. Lantaran gangguan mental kini menjadi tren yang mengalami peningkatan.
Tren ini pun sudah mengalami peningkatan pada beberapa tahun belakangan. Pada tahun 2021 Kemenkes mencatat prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari penduduk atau 20 persen populasi di Indonesia.
Diketahui, ada 2,45 juta remaja di Indonesia tergolong orang dalam gangguan jiwa. Angka tersebut didapat dari survei I-NAMHS (2021).
Namun sebenarnya, angkanya lebih banyak lagi mencapai sekitar 15,5 juta remaja yang terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental dan masuk pada kategori orang dengan masalah kejiwaan.
Fenomena ini pun mulai tampak menyedihkan, lantaran hanya 2,6 persen remaja saja yang menyadari dan mencoba mencari bantuan profesional untuk menangani masalah mental yang mereka alami.
Tercatat merujuk pada data BRIN ada 2.112 kasus bunuh dari dalam kurun waktu 11 tahun terakhir (2012-2023) di Indonesia. Sebanyak 985 kasus itu dilakukan oleh para remaja.
Tentu saja penanganan persoalan ini kerap menghadapi beberapa kendala. Selain soal stigma dan diskriminasi, cakupan layanannya belum sepenuhnya maksimal.
Diketahui pula, sejumlah 260 juta jiwa penduduk Indonesia hanya ada 3.605 psikologis klinis atau 1,2 per 100 ribu penduduk. Sebanyak 80 persen di pulau Jawa.
Akses layanan kesehatan mental di fasilitas kesehatan level pertama pun masih kurang memadai. Melansir pada data Kemenkes, dari sekitar 10.000 puskesmas, baru 6000 puskemas yang melayani kesehatan jiwa.
Baca Juga: Johnson Indonesia Tekankan Pentingnya Kesadaran dan Advokasi Kesehatan Mental
Menjelang Pemilu 2024, hal ini pun menjadi isu yang perlu dibahas pada gagasan para capres-cawapres, lantas bagaimana solusi yang mereka tawarkan pada masalah ini? Berikut ulasannya.