Mengapa Mendagri Tito Menilai Dewan Aglomerasi Penting Dibentuk di Jakarta?

Rabu, 20 Desember 2023 | 15:41 WIB
Mengapa Mendagri Tito Menilai Dewan Aglomerasi Penting Dibentuk di Jakarta?
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam diskusi "Ada Apa dengan Daerah Khusus Jakarta" di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023). ANTARA/Siti Nurhaliza
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan urgensinya pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya.

Dewan Aglomerasi itu dianggapnya penting untuk dibentuk seiring adanya draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta beredar, sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah kehilangan status Daerah Khusus Ibu Kota.

Ada pun daerah yang masuk dalam kawasan aglomerasi Jakarta adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

“Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi," kata Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Selasa (20/12/2023).

Baca Juga: Tekuk Persija, Persib Tantang Bhayangkara FC di Final Nusantara Open 2023 Memperebutkan Piala Prabowo Subianto

"Banyak hal yang harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau,” sambungnya.

Tito lantas membeberkan urgensi sehingga harus ada pembentukan dewan aglomerasi.

Semisal saja untuk menyelesaikan persoalan banjir Jakarta dan kota sekitarnya. Menurutnya, mesti ada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah yang berada di dataran tinggi dengan yang berada di dataran lebih rendah.

Begitu pula dengan persoalan transportasi, karena Jakarta dan kota sekitarnya tidak memiliki pembatas alam.

“Contohnya banjir. Daerah tangkapan air di Cianjur dan (Kabupaten) Bogor harus melakukan reboisasi. Kemudian daerah tengah, Bogor dan Depok, harus disiapkan semacam waduk. Terus daerah bawah, DKI Jakarta, harus siapkan pelebaran sungai, banjar kanal, sodetan. Kalau setiap kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri, yang jadi korban adalah rakyat,” terangnya.

Baca Juga: Angka Covid-19 di Jakarta Mulai Meningkat, Bagaimana Penjualan Masker di Pasar Pramuka?

Tito mengungkap, ide pembentukan Dewan Aglomerasi sudah ada sejak 2022.

Karena itu, ia menegaskan kalau ide tersebut tidak berhubungan dengan kepentingan di Pilpres 2024.

“Ini memang kebutuhan dan ini sama seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua yang dipimpin oleh Wapres (Wakil Presiden) yang sudah berjalan dua tahun lebih,” jelasnya.

"Kenapa dipimpin Wapres? Karena ini melibatkan empat kementerian koordinator. Kalau hanya dua kementerian saja pasti akan terkunci. Dan saya tegaskan, Dewan Aglomerasi bukan eksekutor. Dia hanya sinkronisasi, perencanaan, dan evaluasi. Eksekutornya adalah pemerintah daerah masing-masing," sambungnya.

Dengan kehadiran Dewan Aglomerasi, Tito optimistis Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Artinya, nilai lebih dari Jakarta tidak akan hilang walaupun sentra politiknya telah hijrah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Jadi wewenang khusus yang diberikan Jakarta dalam draf RUU DKJ yang diajukan pemerintah adalah untuk mendukung Jakarta menjadi postur kota global, pusat ekonomi dan jasa keuangan."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI