Suara.com - Ketua (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya belum bisa menindaklanjuti laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal laporan transaksi janggal untuk kampanye Pemilu 2024.
Dia menjelaskan Bawaslu terbatas oleh kewenangan dari nota kesepahaman yang dibangun dengan PPATK.
"MoU kami dengan PPATK adalah PPATK akan memberikan informasi jika berkaitan dengan khusus rekening dana kampanye atau rekening dana pemilu,” kata Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023).
"Jadi, di luar itu, kami rasa bukan kemudian kewenangannya Bawaslu juga untuk ikut dalam itu,” tambahnya.
Baca Juga: Laporan dari PPATK soal Transaksi Janggal Kampanye Rahasia, Bawaslu: Tak Bisa Jadi Alat Bukti Hukum
Untuk itu, lanjut Bagja, Bawaslu akan meneruskan laporan PPATK ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan data PPATK baru menjadi penting bagi Bawaslu saat adanya laporan pemberi sumbangan dana kampanye (LPSDK).
Adapun data LPSDK baru akan diterima oleh Bawaslu pada 7 Januari 2024 mendatang.
“Di situlah data PPATK ini menjadi penting, akan menjadi salah satu rujukan yang akan dilihat Bawaslu,” kata Lolly.
“Apakah mereka yang memberikan sumbangan dana kampanye itu adalah sumbangan yang sah menurut hukum, apakah sumbangan yang diberikan itu tidak melampaui ketentuan jumlah, sebagaimana diatur di (Pasal) 326, 327 (UU Pemilu),” pungkas dia.
Baca Juga: Selama 22 Hari Masa Kampanye, Bawaslu Tangani 70 Dugaan Pelanggaran dan Temukan 124 Ujaran Kebencian
Diketahui, PPATK telah mengungkapkan temuan dugaan aliran dana mencurigakan untuk kegiatan kampanye Pemilu 2024. Transaksi mencurigakan pada masa kampanye yang ditemukan PPATK itu meningkat hingga 100 persen.
Temuan Dana Kampanye Setengah Triliun Diduga Janggal
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik sebelumnya menjelaskan, laporan PPATK mengungkapkan bahwa ada rekening bendahara partai politik yang pada periode April hingga Oktober 2023 terjadi transaksi uang masuk dan keluar dalam jumlah ratusan miliar rupiah.
"PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia," kata Idham kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Menurut dia, temuan PPATK menunjukkan ada lebih dari setengah triliun rupiah uang mengalir dalam transaksi yang dirasa janggal. Namun, lanjut Idham, PPATK tidak memerinci sumber dan penerima dana tersebut.
"Data hanya diberikan dalam bentuk data global, tidak terinci, hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan," ujar Idham.
Selain itu, PPATK juga memantau safe deposit box (SDB) pada Januari 2022 hingga akhir 30 September 2023, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Menurut PPATK, penggunaan uang tunai yang diambil dari SDB tentunya akan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai ketentuan apabila KPU tidak melakukan pelarangan," tutur Idham.
Adapun bentuk laporan PPATK perihal SDB dimaksud, lanjut Idham, juga berupa data yang tidak memerinci.