Suara.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengeklaim telah melakukan pengawasan sejak dimulainya masa tahapan kampanye Pemilu 2024 pada 28 November 2023 lalu.
Hasilnya dalam 22 hari, Bawaslu telah menangani 70 dugaan pelanggaran, 126 dugaan pelanggaran konten internet (siber) terkait Pemilu, dan menyelesaikan 13 sengketa proses antarpeserta pemilu.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan, dari 70 perkara dugaan pelanggaran pada masa kampanye, 35 perkara di antaranya ditangani di tingkat pusat dan 35 perkara lainnya di daerah.
"Terdiri dari 35 perkara di tingkat pusat (laporan), dan 35 perkara di daerah (laporan dan temuan). 35 perkara di daerah bersumber dari 24 laporan, dan 11 temuan," kata Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023).
Dia memaparkan, dari 70 perkara yang ditangani, 26 perkara diregistrasi, 40 laporan tidak diregistrasi, dan empat perkara lain masih proses kajian awal serta perbaikan.
"Berdasarkan jenis pelanggaran atas 26 perkara yang diregistrasi, 1 pelanggaran terdiri pelanggaran administrasi (siaran partai politik di televisi), 2 dugaan pelanggaran peraturan lainnya (netralitas ASN, diteruskan ke KASN), dan 23 laporan/temuan masih dalam proses penanganan pelanggaran," tutur Bagja.
Selain itu, Bagja juga menuturkan Bawaslu menangani 126 dugaan pelanggaran konten internet terkait Pemilu dari patroli pengawasan siber penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu (https://imm.bawaslu.go.id) dan aduan masyarakat.
"Pelanggaran konten internet yang ditemukan terdiri tiga jenis, yakni ujaran kebencian (Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), hoaks (Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), dan dugaan pelanggaran Pemilu (Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 287, Pasal 292, Pasal 304, Pasal 306 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu)," Bagja menjelaskan.
Baca Juga: Lolos dari Jerat Pidana Bagikan Susu di CFD, Bawaslu Sebut Ada Potensi Lain yang Dilanggar Gibran
Adapun jenis dugaan pelanggaran di internet ialah mengenai ujaran kebencian dan politisasi SARA. Untuk sebaran platform jejaring media sosial terbanyak terjadi di Facebook (52), Instagram (38), X (32), Tiktok (3), dan Youtube (1).
Untuk itu, Bawaslu telah melayangkan permohonan pembatasan akses kontenkepada Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo RI.
"Ujaran kebencian sebanyak 124 konten, hoaks sebanyak 1 konten, dan politisasi SARA sebanyak 1 konten, dan 8 konten yang menyasar ke penyelenggara Pemilu. Belum ditemukan pelanggaran konten yang tertuju kepada partai politik maupun Calon Anggota Legislatif," ungkap Bagja.