Analisis Lengkap Dugaan Dana Kampanye Ilegal, Ujung-ujungnya Jual Beli Suara

Selasa, 19 Desember 2023 | 10:42 WIB
Analisis Lengkap Dugaan Dana Kampanye Ilegal, Ujung-ujungnya Jual Beli Suara
Ilustrasi logo parpol dalam surat suara. [Antara/Wahyu Putro A]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyoroti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal transaksi janggal di rekening bendahara partai politik yang mencapai setengah triliun rupiah.

Menurut Neni, adanya transaksi janggal mencapai miliaran rupiah ini memicu demokrasi yang tidak adil lantaran berpotensi terjadinya jual beli suara.

Temuan dana yang diduga digunakan untuk kampanye itu, menurut Neni, menjadi fenomena gunung es pada setiap pemilu.

"Potret ini mengindikasikan bahwa aktivitas pemilu mengeluarkan anggaran yang jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye kemudian nanti sengketa hasil," kata Neni dalam keterangannya, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga: Elektalibitas AMIN Naik, Timnas Apresiasi Kerja Relawan

Dia menjelaskan arus transaksi di rekening khusus dana kampanye (RKDK) seharusnya naik karena uang yang tersimpan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan di masa kampanye.

Kotak Suara di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Antara]
ILUSTRASI-Kotak Suara di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Antara]

Namun, lanjut Neni, transaksi melalui RKDK cenderung tak bergerak dan pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening lain.

"DEEP memandang bahwa ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan tidak bisa dibiarkan. Jika praktek ini terus didiamkan, maka jangan berharap bisa tercipta kontestasi yang free and fair election," tutur Neni.

"Transaksi janggal tersebut dapat berpotensi digunakan untuk jual beli suara yang akan merusak demokrasi ke depan dan pemilu gagal menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas dan profetik," tambah dia.

Untuk itu, dia mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengusut tuntas temuan PPATK dengan melibatkan aparat penegakan hukum lainnya.

Baca Juga: Lika-liku Kehadiran Mayor Teddy Pakai Seragam Kampanye Prabowo-Gibran

Penyelenggara pemilu juga disebut harus mnyampaikan hasil kajiannya kepada publik secara transparan dan akuntabel.

"KPU dan Bawaslu semestinya tidak terjebak pada UU Pemilu yang tekstual dan tafsir minimalis. Seharusnya penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum dapat menggunakan instrumen lain diluar UU Pemilu untuk penindakan yang progresif dan jika terbukti tidak segan untuk memberikan sanksi," Neni menjelaskan.

Selain itu, Neni juga mendorong KPU dan Bawaslu untuk melakukan sosialisasi regulasi kampanye dan dana kampanye lebih terstruktur, sistematis dan masif kepada peserta pemilu.

Menurut Neni, peserta pemilu harus memiliki tanggung jawab moral kepada publik untuk mewujudkan demokrasi yang beradab dan bermartabat.

"Mendorong peserta pemilu untuk menyampaikan laporan dana kampanye secara transparan dan akuntabel mulai dari RKDK, LADK, LPSDK dan LPPDK sehingga tidak banyak aliran dana yang tersimpan di rekening lain," kata Neni.

"Hasil pemantauan DEEP di Pemilu 2019 lalu, peserta pemilu tidak serius dalam melaporkan dana kampanye, sehingga tidak heran ketika terjadi penyelewenangan dana dan banyaknya peredaran dana illegal diluar yang dilaporkan kepada KPU," sambung dia.

Lebih lanjut, penyelenggara negara diharapkan bisa memberikan akses laporan dana kampanye kepada publik karena bukan termasuk informasi yang dikecualikan, bukan hanya nominalnya yang ditampilkan kepada publik.

Neni meminta masyarakat untuk memperhatikan isu mengenai transaksi janggal dana kampanye. Sebab, dia menilai isu ini merupakan salah satu hal yang luput dari perhatian masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI