Suara.com - Jubir Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Eva Kusuma Sundari menegaskan, pendapat cawapres 02 Mahfud MD bahwa suami yang korupsi karena istrinya tak baik, dianggap bias gender.
“Pendapat Pak Mahfud bias gender dan seksis cerminan mesoginis (pembenci perempuan). Ini menyedihkan karena beliau bicara berdasar prasangka buruk seperti ungkapan bahwa perkosaan adalah karena dipicu kegenitan perempuan, atau perempuan sumber maksiat,” kata Eva, Senin, (18/12/2023).
Saat menghadiri Halaqoh Kebangsaan dan Pelantikan Majelis Dzikir Al Wasilah di Asrama Haji Padang, Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (17/12/2023), Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu mengatakan kalau seorang suami tersandung kasus korupsi itu karena istrinya tidak baik.
Eva menilai, ucapan Mahfud tersebut mencerminkan khas masyarakat patriarki yang percaya superioritas laki-laki dan mengkelasduakan perempuan.
“Pernyataan khas masyarakat patriarchal yang percaya superioritas laki-laki dan mengkelasduakan perempuan,” ujarnya.
Eva pun memaparkan data korupsi bahwa pelaku korupsi terbesar adalah laki-laki, karena laki-laki mendominasi posisi strategis yang memberi kesempatan untuk korupsi.
“Perempuan bukan pelaku dan bahkan korban laki-laki yang korup tetapi kemudian disalahkan. Laki-laki, yang korup itu ya karena salahnya laki-laki sendiri: lemah iman, pengecut lagi (nyalahkan istri) padahal korupsi kebanyakan motifnya keserakahan misalnya atas harta, tahta, wanita,” tegas Eva.
Ia melanjutkan, tuduhan Mahfud pada istri merupakan tuduhan lucu, karena laki-laki juga minta posisi kepemimpinan dalam keluarga (atas istri dan anak). Korupsi cermin kegagalan kepemimpinan diri laki-laki.
“Ketika gagal kok tidak tanggung jawab dan malah cari kambing hitam? Yang punya kesempatan dan desire to corrupt itu ya laki-laki, bukan perempuan,” jawab Eva.
Baca Juga: Jelang Debat Cawapres: Intip Persiapan Cak Imin, Gibran, dan Mahfud MD
Untuk itu, lanjutnya AMIN harus menghilangkan prasangka buruk terhadap warga negara yang selama ini masih diperlakukan sebagai kelas 2 (didiskriminasi, stigmatisasi, obyek kekerasan, marginalisasi dll) untuk naik kelas dan setara dengan laki-laki.
“Diskriminasi gender dan SARA yang hidup di kepala-kepala orangitu harus dihilangkan. Kemakmuran untuk Semua, karena semua warga setara,” tandasnya.