Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon membongkar perjanjian politik antara Prabowo Subianto dengan Anies Baswedan saat Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.
Fadli mengaku menjadi saksi bahkan ikut terlibat dalam penandatanganan perjanjian politik tersebut.
Awalnya, ia mengaku sebagai pihak pertama yang mengusulkan pencalonan Anies di detik-detik penutupan pendaftaran calon gubernur di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Saya adalah orang pertama yang mengusulkan pencalonan Anies Baswedan sebagai calon gubernur DKI di saat-saat akhir sebelum penutupan pendaftaran KPU," kata Fadli melalui akun X pribadinya @fadlizon pada Senin (18/12/2023).
Baca Juga: Prabowo Akan Lanjutkan Program Perhutanan Sosial
Bahkan, Fadli mengungkap, dirinya yang menulis perjanjian politik Anies-Sandiaga Uno serta Prabowo dan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf al Jufri.
Bukan hanya dengan tulisan tangannya, materai yang digunakan pun harus ditempel 'darurat' menggunakan ludahnya.
"Selain dengan tulisan tangan, materai nya pun darurat pakai ludah saya. Saya menjadi saksi dan pelaku peristiwa itu," ucapnya.
Lebih lanjut, Fadli menyebut Prabowo sebagai sosok yang berjiwa besar untuk mendukung Anies menjadi Gubernur DKI.
Tak tanggung-tanggung, demi Anies memenangkan Pilkada DKI, Prabowo menginstruksikan seluruh anggota DPR RI, DPRD Provinsi hingga anggota DPRD Kabupaten/Kota Partai Gerindra seluruh Indonesia yang berjumlah ribuan untuk berkontribusi dana dari hasil pemotongan gaji dan hadir ke Jakarta sebagai Tim Pemenangan di setiap kelurahan di DKI Jakarta.
Baca Juga: Terlalu Lama Tak Diperhatikan, Prabowo: Petani Indonesia Harus Makmur
"Begitu ketatnya persaingan Pilgub waktu itu dan alhamdulillah, Anies-Sandi menang. Itulah faktanya," ungkapnya.
Cerita itu harus disampaikan Fadli karena kisah Pilkada DKI Jakarta 2017 kembali diangkat pada debat perdana Pilpres 2024.
Kala itu, Prabowo mengungkap, Anies tidak akan bisa menjadi gubernur DKI Jakarta apabila demorasi sudah kacau balau.
Ia juga menyinggung perannya di balik Anies maju sebagai gubernur padahal berposisi sebagai oposisi.