Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyoroti hasil debat perdana Pilpres 2024 di kantor KPU RI, Jakarta pada Selasa, 12 Desember 2023 lalu.
Menurutnya, debat tersebut berhasil membuka kedok capres nomor urut 2, Prabowo Subianto yang selama ini dipoles dengan sosok berjuluk gemoy.
Hasto menilai adanya hal tersebut justru membuat Prabowo tak sama dengan gaya Presiden Jokowi.
"Itu Pak Prabowo tampil pada jati dirinya yang selama ini mencoba dipoles dengan gemoy. Tetapi debat telah mengembalikan suatu karakter asli dari Pak Prabowo. Sehingga Pak Prabowo bukanlah Pak Jokowi," kata Hasto di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Sementara di sisi lain, Hasto menyebut partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri itu melakukan konsolidasi dengan jajaran DPC dan DPD seluruh Indonesia. Adapun agendanya mendengar seluruh masukan terkait pemenangan partai dan pasangan Ganjar-Mahfud MD.
Menurutnya, seluruh jajaran DPC dan DPD PDIP merasa puas dengan hasil debat capres perdana.
“Menyatakan rasa bangganya terhadap hasil debat yang pertama. Di mana disadari bahwa Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Pandemi sepenuhnya belum diatasi khususnya terkait dengan persoalan ekonomi rakyat, kenaikan harga kebutuhan rakyat, biaya hidup yang semakin tinggi,” katanya.
Ia pun menyindir langkah Menteri Pertahanan yang juga capres Prabowo Subianto, yang masih fokus melakukan pengadaaan terhadap Alat Utama Sistem Senjata atau Alutsista, ketimbang membantu menurunkan harga kenaikan bahan pokok.
“Di tengah-tengah biaya hidup yang semakin tinggi, kami sangat sedih ketika mendengar keterangan dari Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) bahwa kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat justru dijawab oleh Bapak Prabowo selaku menteri pertahanan menambah pinjaman luar negeri hingga mencapai Rp 386 triliun untuk beli Alutsista,” ungkapnya.
Baca Juga: Jelang Debat Perdana Cawapres, Anies: Gus Imin Bukan Cawapres yang Muncul Mendadak
“Sementara perang yang kita hadapi adalah perang terhadap kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan dan juga bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan kita,” Hasto menambahkan.