Suara.com - Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda atau TKN Fanta Prabowo-Gibran, Rahayu Saraswati menilai format debat perdana calon presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih belum maksimal. Ia menyarankan format lain untuk lebih mengulik gagasan masing-masing calon.
Ia menegaskan apa yang menjadi sarannya bukan sebatas mewakili pribadi sendiri maupun TKN Prabowo-Gibran. Lebih dari itu, masukan terkait format debat ini datang dari mereka kalangan generasi muda.
Pertama, hal yang disorot pada debat perdana ialah format dbetar yang berlangsung di halaman KPU RI. Saraswati mengatakan suasana di area tersebut cenderung panas. Mengingat keterbatasan area dan banyaknya orang.
Hal ini berdasarkan pengalaman dirinya ketika hadir di tempat serupa dalam acara pengundian nomor urut paslon.
Baca Juga: Prabowo Buka Nusantara Open 2023, Diikuti 16 Klub Sepak Bola U-17
"Itu panasnya minta ampun. Jadi saya bisa membayangkan bahwa itu mungkin menimbulkan ketidaknyamanan," kata Saraswati kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Saraswati menegaskan tentu ketidaknyamanan bukan hanya dirasakan Prabowo Subianto, melainkan dua capres lain, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
"Bukan hanya saya bicara tentang Pak Prabowo tapi untuk semua capres, untuk semua paslon menurut saya itu agak enggak fair gitu ya," kata Saraswati.
Ketidaknyamanan bukan hanya dari suasana tempat yang panas, bisa jadi ketiga calon tidak nyaman lantaran harus berdiri terus selama mengikuti sesi debat.
"Belum lagi ketiga capres tiga capres ini diminta untuk berdiri, tidak ada kursi, tidak ada istirahat pada saat yang lainnya berbicara," kata Saraswati.
Baca Juga: Gibran Langgar Aturan Debat Capres, Timsesnya Yang Ditegur KPU
Saraswati menyoroti sekaligus terkait format debat dari segi bagaimana pertanyaan-pertanyaan disampaikan hingga durasi yang sebentar. Menurutnya dengan menghadirkan ketiganya langsung bersamaan dan dibatasi waktu kurang lebih tiga menit, masing-masing paslon tidak biaa maksimal mendalami gagasan satu sama lain.
Saraswati mengatakan untuk orang yang memiliki kecerdasan saja belum tentu punya kemampuan untuk merangkum semua pemikiran dengan lancar dalam waktu tiga atau empat menit.
"Jadi mungkin ini bisa menjadi bahan masukan, siapa tahu masih bisa mengubah untuk ke depannya. Menjadi bahan pertimbangan dari KPU sendiri bagaimana untuk adanya mungkin bisa bentuknya town hall. Town hall meeting di mana para pakar atau perwakilan dari lintas generasi bisa menanyakan dan mendalami visi, misi, gagasan setiap paslon sendiri-sendiri," tuturnya.
"Bukan dalam bentuk podcast, bukan dalam bentuk diskusi, tapi lebih ke townhall meeting yang memang itu formal tanpa terlalu membatasi waktu untuk paslon berbicara. Mungkin bisa diperpanjang, karena enggak harus bergantian," sambungnya.
Tanya-Jawab Kurang Efektif
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini berpandangan sesi tanya jawab antara sesama paslon bisa jadi kurang efektif. Mengingat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan tidak berkaitan dengan gagasan.
Sebaliknya bila masing-masing paslon fokus terhadapan pembahasan gagasan selama sesi tanya jawab, tentu sesi ini efektif dilakukan.
"Kalau jadinya menggunakan untuk menyerang, mengkritik dan istilahnya nyinyir, menurut saya itu enggak efektif, dan selama ini kan kita lihat lebih ke arah situ dibandingkan mendalami gagasan," kata Saraswati.
Saraswati melihat sejauh ini sesi tersebut tidak dipergunakaan untuk memberikan tanggapan atas gagasan hingga visi misi yang dibawa oleh paslon. Melainkan dimanfaatkan untuk menjatuhkan calon.
"Jadi istilahnya bukan constructive criticism tapi lebih kepada bagaimana saya bisa men-downgrade lawan saya dan itu yang saya bilang bahwa banyak anak-anak muda sudah tidak tertarik dengan yang seperti itu. Apalagi kebanyakan yang nonton itu sudah punya pilihan," ujar Saraswati.