3 Ketidakadilan Hukum yang Dibongkar Anies Baswedan di Debat Capres, Apa Saja?

Rabu, 13 Desember 2023 | 11:46 WIB
3 Ketidakadilan Hukum yang Dibongkar Anies Baswedan di Debat Capres, Apa Saja?
Capres nomor urut satu Anies Baswedan menyampaika pemaparan saat debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menjadi yang pertama menyampaikan visi misinya dalam debat Pilpres 2024 di Gedung KPU, Jakarta Pusat pada Selasa (12/12/2023). Dalam paparannya selama 4 menit, Anies sempat menyoroti terjadinya ketimpangan hukum yang terjadi di Indonesia. 

Menurut Anies, praktik penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas masih sering terjadi di penegakan hukum Indonesia. Simak ketimpangan hukum yang diungkap Anies di debat capres berikut ini.

1. Sindir Keputusan MK

Capres dan cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Capres dan cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Anies mengatakan hukum harusnya tegak, tapi dalam kenyataannya bengkok dan tajam ke bawah. Dia kemudian menyinggung tentang adanya generasi milenial yang menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024. 

"Dia (hukum Indonesia) tumpul ke atas dan kondisi ini tidak boleh didiamkan! Tidak boleh dibiarkan! Dan harus berubah, karena itu kita mendorong perubahan, mengembalikan hukum menjadi tegak pada semuanya," ujar Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini.

Baca Juga: Gak Ada Capeknya! Tetap Ngantor usai Debat Perdana: Prabowo Kunker ke Malang, Gibran Balik Kerja ke Solo

"Bila kita saksikan hari ini, ada satu orang milenial bisa jadi calon wakil presiden (cawapres), tapi ada ribuan milenial, generasi Z yang peduli pada anak bangsa, yang peduli pada mereka yang termarjinalkan, ketika mereka mengungkap pendapat, ketika mereka mengkritik pemerintah, justru mereka sering dihadapi dengan kekerasan, dihadapi dengan gas air mata," sambung Anies.

Pernyataan Anies itu seakan menyindir Gibran Rangkabuming Raka yang mendapat posisi sebagai cawapres nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto. Apalagi Gibran adalah satu-satunya di antara capres dan cawapres yang termasuk dalam generasi milenial.

Diketahui Gibran bisa memenuhi syarat sebagai cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai pamannya, Anwar Usman, mengabulkan gugatan pendukungnya. Padahal Wali Kota Solo itu kini masih berusia 36 tahun.

2. Kematian Harun Al Rasyid

Harun Al Rasyid, bocah 15 tahun yang tewas karena kerusuhan 22 Mei 2019 - Orangtua Harun Al Rasyid yang dihadirkan Anies dalam debat capres (ist)
Harun Al Rasyid, bocah 15 tahun yang tewas karena kerusuhan 22 Mei 2019 - Orangtua Harun Al Rasyid yang dihadirkan Anies dalam debat capres (ist)

Ketimpangan hukum kedua yang diungkap Anies berkaitan dengan kerusuhan 21-22 Mei 2019. Dia menyinggung nama Harun Al Rasyid, bocah 15 tahun pendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 yang tewas dalam kerusuhan. Anies bahkan sempat menghadirkan ayah Harun, Didin Wahyudin dalam debat capres ini.

"Harun Al Rasyid adalah anak yang meninggal dan pendukung Pak Prabowo di Pilpres 2019 yang menuntut keadilan saat itu," ujar Anies.

Baca Juga: Pengelola JAKI Minta Maaf Usai Diduga Kena Retas Hacker, Pastikan Data Pengguna Aman

Anies mengatakan kematian Harun sampai saat ini tidak ada kejelasan. Dia lalu mengatakan komitmen penegakan hukum tidak akan memandang bulu termasuk, bagi aparatur sipil negara, TNI, hingga Polri. 

"Sampai hari ini keadilan dan kepastian hukum bagi anak tersebut belum diwujudkan. Hukum lagi-lagi ditundukkan oleh kepentingan politik, negara tidak hadir. Apa ini yang mau dilanjutkan? Tidak! Ini harus kita ubah," tutur Anies.

3. Kasus KDRT

Bukti ketiga ketimpangan hukum Indonesia yang diungkap Anies adalah terkait kasus KDRT yang menimpa seorang ibu muda bernama Mega Suryani Dewi.

"Ada peristiwa seperti Ibu Mega Suryani Dewi, seorang ibu rumah tangga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," katanya.

Mega Suryani Dewi (24) tewas di tangan suaminya sendiri, Nando (25) di Bekasi pada September 2023. Mega tewas digorok oleh Nando yang mengaku sakit hati dengan perkataan korban. Atas kasus tersebut, Nando ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Metro Bekasi.

Anies mengatakan bahwa Mega telah melaporkan kasus KDRT itu namun tak ditanggapi oleh polisi. "Lapor pada negara tidak diperhatikan. Diam-diam meninggal, korban kekerasan. Apa akan dibiarkan? Tidak, ini harus diubah," tegas dia.

Sebagai informasi, Mega memang pernah melaporkan Nando ke polisi pada awal Agustus 2023. Kakak Mega, Deden (27), menyebut adiknya itu datang ke kantor polisi untuk melaporkan sekaligus melakukan visum. 

Namun saat akan diproses, Nando menyangkal semua tuduhan yang dilayangkan Mega ke polisi. Penyangkalan itu membuat pihak kepolisian memutuskan untuk menyetop kasus tersebut. 

Deden menyesalkan keputusan polisi tidak menangkap Nando sejak laporan KDRT dilayangkan. Padahal Mega memiliki bukti visum dan bukti-bukti lain terkait KDRT yang dialaminya selama 3 tahun terakhir.

Meski begitu, Polres Metro Bekasi membantah telah menghentikan laporan KDRT yang pernah dilayangkan Mega sebelum tewas dibunuh Nando. Polisi membenarkan adanya laporan KDRT, namun Mega disebut tidak hadir pada waktu yang ditentukan untuk pemeriksaan.

Polisi kemudian mendapat pesan dari Mega yang mengatakan tidak bisa datang karena sudah kembali dengan Nando. Menurut polisi, Mega memang berencana untuk mencabut laporannya. 

Namun nyatanya Mega tidak kunjung datang ke Mapolres Metro Bekasi untuk mencabut laporan KDRT itu. Polisi pun menegaskan tidak menyetop secara sepihak laporan Mega.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI