Suara.com - Siti Atikoh, istri calon presiden Ganjar Pranowo memberikan semangat kepada para perempuan di Muslimat Nahdatul Ulama (NU) agar kuat dan tetap bersama menghadapi kemungkinan berbagai intimidasi di Pilpres 2024.
Hal itu disampaikan Siti Atikoh di hadapan peserta silaturahmi Muslimat NU di Kota Ciamis dan Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (5/12/2023). Atikoh berada di dua kota itu dalam rangka hari kedua Safari Politik.
Di Ciamis, Atikoh hadir dalam acara Silaturami Perempuan Nahdliyin se-Kabupaten Ciamis di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Ciamis. Setelah itu, Atikoh hadir di Pengajian Ibu-ibu Muslimat Kota Banjar, Pondok Pesantren Mujtahidin As Sanusiyah Banjar. Peserta kedua silaturahmi itu adalah ibu-ibu dari Muslimat NU, maupun santri perempuan.
Di Ciamis, Atikoh mengatakan dirinya suka olahraga lari, dimana ada pepatah “Kalau kita mau berlari cepat itu sendirian, tapi kalau kita ingin berlari jauh dengan lama, maka kita berlari bersama-sama”.
Baca Juga: Lanjut Bahas Mekanisme Debat, KPU Bakal Kembali Bertemu Tim Pasangan Capres-Cawapres
“Kepada ibu-ibu penggerak, kita harus bergandengan tangan kompak, kita jangan takut misalnya ada intimidasi,” kata Atikoh.
“Mohon maaf ibu ada kemungkinan kita diintimidasi, tak usah goyah, kita tidak akan goyah. Kita adalah perempuan yang tangguh, perempuan yang kuat, tidak mudah tergoyahkan, yang penting kita berjalan di jalan kebenaran, kita memperjuangkan kebenaran dan untuk kemaslahatan umat,” tegasnya.
Ia menyampaikan, dirinya bersama para perempuan Muslimat NU akan terus bersama agar Indonesia semakin berdaya.
“Di tangan kita perempuan inilah Indonesia nasibnya ditentukan. Siap ya ibu-ibu ya?” Kata Atikoh.
“Siap,” jawab para ibu peserta kegiatan dengan serentak.
Baca Juga: Umbar Janji Bangun Jalur Kereta Api Banjarmasin-Banjarbaru, Anies Ajak Ignatius Jonan
Ketika di acara silaturahmi di Banjar, Atikoh kembali mengulangi pesannya.
“Jangan mau diintimidasi dan dipecah belah kalau tujuan kita benar. Mungkin akan ada yang menggoyahkan ketangguhan kita. Tapi kita konsisten. Meski nanti ada yang mengintimidasi, mari kita tanggung. Kita tunjukkan Muslimat bukan perempuan yang gampang rapuh dan goyah karena kita lah tiang negara Indonesia,” ujar Atikoh penuh semangat.
Berbicara perempuan, Atikoh menegaskan keyakinannya bahwa perempuan adalah sebagai tiang negara. Maka jika perempuannya kuat, maka negara juga akan kuat.
Karena itu, perempuan harus mendidik dan dididik secara dini. Anak-anak perempuan yang menggali ilmu di berbagai sekolah, termasuk yang berbasis keagamaan seperti pesantren, harus dibantu agar bisa menimba ilmu setinggi mungkin.
“Adik-adik santri harus menimba ilmu setinggi langit,” kata peraih pengalaman pendidikan dari UGM dan University of Tokyo itu.
Atikoh juga bicara perempuan dalam perannya sebagai ibu di dalam keluarga, sebagai unit terkecil negara. Menurutnya, perempuan adalah kunci untuk membangun keluarga yang tangguh. Jika keluarga tangguh dan berakhlak mulia, maka negaranya juga akan maju.
Maka memastikan perempuan mendapat pendidikan menjadi penting. Dalam konteks itu pula, support kepada pembaga pendidikan formal maupun informal keagamaan harus diperkuat.
“Karena kalau bidang pendidkannya kuat, kalau kita bicara daya kompetitif sebuah negara, daya kompetisi anak bangsa, itu harus kuat pendidikannya, baik pendidikan di rumah,” tuturnya.
“Karena pendidikan di rumah menjadi pondasi. Ibu- ibu di belakang tadi ada yang membawa balita. Sejak triwulan pertama itu yang paling bepengaruh adalah pendidikan seorang ibu. Makanya ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya,” tegasnya.
Dalam kaitan itu pula, Atikoh menilai perlunya memberikan perhatian dan regulasi khusus untuk memperhatikan lembaga pendidikan informal berbasis keagamaan.
“Kalau pendidikan formal itu jelas. Mungkin kalau ada yang bekerja di pabrik ada UMR, kalau guru ada gaji. Tetapi kalau guru ngaji, kemudian yang bergerak di bidang PAUD, itu belum ada aturan. Ini menjadi PR juga bagi kita semua,” katanya.
Atikoh mengatakan kerap kali yang diperhatikan hanya sekedar bagaimana membantu asupan gizi ke anak harus lengkap, namun melupakan asupan mental dan rohani.
“Jadi jangan hanya bekal asupan gizi tetapi juga asupan mental dan rohani harus jadi tanggung jawab kita bersama,” kata Atikoh.