Gagasan Anies Soal Contract Farming Dikritik, Jubir Singgung Balik Program Food Estate yang Tak Pro Petani

Jum'at, 01 Desember 2023 | 20:46 WIB
Gagasan Anies Soal Contract Farming Dikritik, Jubir Singgung Balik Program Food Estate yang Tak Pro Petani
Kampanye di Kota Bandung, Anies Baswedan Umbar Janji Soal KPR Rumah untuk Pekerja Informal [Suara.com/Rahman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Airlangga Hartarto pernah mengkritisi gagasan capres Anies Baswedan yang ingin mengubah program lumbung pangan atau food estate menjadi pertanian kontrak (contract farming).

Menurut Airlangga, pertanian kontrak itu malah akan membuat petani tidak memiliki tanahnya sendiri.

Menanggapi pandangan ketua umum Partai Golkar tersebut, juru bicara capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau AMIN, Hasreiza menegaskan, pertanian kontrak itu tidak bisa diartikan sebagai pekerja buruh sawah.

Pria yang dikenal dengan panggilan Reiza Patters itu lantas mengungkapkan, pertanian kontrak, hanya istilah sebagai konsep untuk lebih melindungi, menghargai dan mengangkat derajat petani sebagai pemilik dan pengolah lahan.

Baca Juga: Sebut UU ITE Kekang Kebebasan Berekspresi, Anies di PWI: Ini Bapak Ibu Alami Era Otoriter!

Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta tersebut menjelaskan, pertanian kontrak yang menjadi gagasan Anies tersebut akan memberdayakan seluruh sumber daya pertanian lokal yang sudah ada, jadi petani tetap sebagai pemilik lahan sawahnya sendiri, tidak digeser sebagai buruh sawah.

Dengan demikian, menurutnya, ucapan Airlangga itu malah menjadi bentuk penggiringan opini dan persepsi publik, di mana gagasan pertanian kontrak seolah-olah akan merampas kepemilikan petani atas lahan atau sawahnnya sendiri.

Bahkan para petani yang tak punya lahan, lanjutnya, dengan konsep pertanian kontrak bakal diupayakan mendapatkan lahan bersistem hak garap berjangka waktu tertentu.

“Bahkan untuk petani yang belum memiliki lahan sendiri, bisa diberikan lahan yang berasal dari lahan negara dengan sertifikat hak garap selama 5-10 tahun atau bisa juga lebih, selama lahan itu memang digunakan untuk produksi pertanian oleh petani yang diberikan hak tersebut. Sehingga bisa menjadi aset bagi mereka dan bisa dijadikan jaminan untuk bantuan finansial oleh perbankan,” kata Reiza melalui keterangan tertulisnya, Jumat (1/12/2023).

Pembangunan Food Estate di Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)
Pembangunan Food Estate di Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)

Ia juga menjelaskan, sistem pertanian kontrak juga bisa diterapkan guna mencegah kembalinya konsep atau sistem pertanian sentralistik oleh pemerintah atau pengusaha-pengusaha kroni pemerintah saja.

Baca Juga: Mengenal Contract Farming Ala Anies Baswedan Mau Gantikan Food Estate, Cuma Beda Nama Aja?

“Semangatnya untuk mengangkat derajat para petani, sehingga mampu bermitra dengan instansi pemerintah, baik BUMN atau BUMD, maupun perusahaan swasta pengelola hasil pertanian," jelasnya.

"Dengan adanya jaminan pembelian hasil panen dari negara, maka petani menjadi mitra yang sejajar untuk bekerjasama dengan BUMN/BUMD atau perusahaan swasta tersebut,” sambung Reiza.

Sistem tersebut, lanjut Reiza, akan memberikan pemerataan keadilan serta memberdayakan segala sumber daya pertanian lokal yang sudah ada di seluruh Indonesia.

Namun dengan nilai tambah, meningkatkan daya saing atau daya tawar petani sehingga produk-produknya lebih mudah masuk di pangsa pasarnya.

“Pertanian kontrak ditujukan untuk melindungi para petani dari ketidakadilan sistem industri pertanian yang kerap merugikan mereka dari pra-produksi hingga pasca-produksi," ungkapnya.

"Pra-tanam sulit mendapatkan benih yang baik dan murah, di masa pemeliharaan pupuknya susah didapat dan juga mahal, giliran pascaproduksi, susah memasarkan hasil panen atau kalau tidak, harganya hancur karena tidak ada perlindungan regulasi dari pemerintah. Itu yang mau kita cegah dengan menerapkan sistem pertanian kontrak ini,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, ia justru mempertanyakan mengapa food estate dikelola oleh yayasan yang sebagian besar pengurusnya adalah kader Partai Gerindra dan pengusaha-pengusaha yang memiliki kedekatan dengannya.

Menurutnya, Airlangga justru tidak memahami proyek food estate yang dilakukan oleh Kemenhan tersebut.

"Justru diprogram food estate Kalimantan Tengah, yang mana capresnya Pak Airlangga terlibat dan proyeknya mangkrak, tidak ada yang namanya lahan milik petani. Di sana itu lahannya milik negara, dan menurut sumber media yang saya percaya, kita ketahui pengelolaannya rencananya diberikan kepada PT. Agrinas (PT. Agro Industri Nasional), yang menurut sumber itu juga, isinya adalah orang-orang di lingkaran Pak Prabowo”, ujar Reiza.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI