Profil Agus Rahardjo, Eks Ketua KPK Dibentak Jokowi Karena Tak Hentikan Kasus Setyo Novanto

Ruth Meliana Suara.Com
Jum'at, 01 Desember 2023 | 11:13 WIB
Profil Agus Rahardjo, Eks Ketua KPK Dibentak Jokowi Karena Tak Hentikan Kasus Setyo Novanto
Mantan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo. (Instagram/@agusrahardjo_ar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Diketahui Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Setnov diumumkan jadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.

Agus menceritakan ketika itu dia dipanggil ke ruangan Jokowi seorang diri. Ketika masuk ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah karena minta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.

Namun Agus menolak perintah Jokowi menghentikan kasus E-KTP Setnov tersebut. Simak profil Agus Rajardjo, mantan Ketua KPK yang dimarahi Jokowi karena tidak menghentikan kasus Setnov berikut ini.

Baca Juga: Dicopot usai Tersangka, Firli Bahuri Masih Belum Bereskan Barang-barang di KPK

Profil Agus Rahardjo

Mantan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo  (Instagram/@agusrahardjo_ar)
Mantan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo (Instagram/@agusrahardjo_ar)

Agus Rahardjo lahir di Magetan, Jawa Timur pada 1 Agustus 1956 sehingga kini berusia 67 tahun. Dia adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia periode 2015-2019. 

Agus dilantik Presiden Jokowi pada 21 Desember 2015. Agus Rahardjo merupakan insinyur Indonesia pertama yang menjabat Ketua KPK tanpa latar belakang pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga penegakan hukum.

Dia termasuk satu di antara 50 orang yang khusus dihubungi panitia seleksi (pansel) untuk mendaftar menjadi komisioner periode 2015-2019.

Agus Rahardjo merupakan insinyur teknik sipil, lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tahun 1984. Dia kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Hult International Business School (Arthur D. Little), Boston, Amerika Serikat.

Agus sebenarnya bercita-cita menjadi kontraktor, namun nasib membawanya menjadi pegawai negeri sipil. Dia mulai pengabdian publik di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Baca Juga: Berstatus Tersangka, Firli Bahuri Masih Terima Gaji Meski Sudah Dicopot dari Ketua KPK, Kok Bisa?

Pada tahun 2006, Agus mengabdi sebagai Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ).

Dia adalah pendiri sekaligus Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sejak tahun 2010. Tanpa banyak diketahui publik, Agus berperan melakukan reformasi dan modernisasi pelayanan publik di pemerintahan pusat hingga daerah.

Pengalaman Dimarahi Presiden Jokowi

Mantan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo  (Instagram/@agusrahardjo_ar)
Mantan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo (Instagram/@agusrahardjo_ar)

Mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo menceritakan pengalamannya dimarahi Presiden Jokowi soal kasus korupsi megaproyek KTP Elektronik (E-KTP). Agus mengatakan ketika itu saat menjabat Ketua KPK, dia sempat dipanggil untuk menghadap Jokowi. Namun yang membuat Agus heran karena dia dipanggil sendiri tanpa 4 komisioner KPK lainnya.

"Waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya manggil berlima, kok ini sendirian, dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan. Begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'," cerita Agus dalam wawancara pada Kamis (30/11/2023).

Agus mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucapkan Jokowi. Namun kemudian Agus mengerti bahwa maksud Jokowi adalah agar dia dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setnov.

"Saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh hentikan adalah kasus Setnov, ketua DPR waktu itu, mempunyai kasus E-KTP," ucap Agus.

Namun Agus mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus Setnov mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan 3 minggu sebelumnya. Beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi. 

Ketika masa revisi, KPK  diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang. Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme SP3. Agus lantas merenungkan dan menduga revisi UU KPK tidak terlepas karena keinginan penguasa mengendalikan lembaga tersebut.

Sebagai informasi, E-KTP adalah salah satu megaproyek yang dikorupsi rama-ramai. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun. Dalam kasus korupsi E-KTP itu, Setya Novanto pun akhirnya divonis 15 tahun penjara.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI