Mengapa Nama Calon Presiden dan Wakil Presiden yang Keluar Hanya Itu-Itu Saja?

Kamis, 30 November 2023 | 16:35 WIB
Mengapa Nama Calon Presiden dan Wakil Presiden yang Keluar Hanya Itu-Itu Saja?
Ilustrasi tiga Bacapres dan Bacawapres di Pilpres 2024. (Suara.com/Ema)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya kenapa nama calon presiden atau wakil presiden selalu orang itu-itu saja. Misalnya, Prabowo Subianto yang maju menjadi bakal capres pada tahun 2004, lalu cawapres di tahun 2009, hingga capres dari tahun 2014, 2019, hingga 2024 nanti.

Begitu juga dengan, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Jokowi, hingga Jusuf Kalla.

Tentu saja banyak kriteria untuk memenuhi menjadi calon presiden. Tidak sembarangan orang pula yang bisa maju dalam pemilihan.

Hal yang sangat umum diketahui adalah mereka harus diajukan dulu oleh partai politik. Ditambah lagi, masing-masing partai politik memiliki kriterianya sendiri untuk mengajukan kandidat yang cocok.

Baca Juga: Daftar 10 Orang yang Tertangkap Karena Menghina Presiden Jokowi, Siapa Saja?

Sistem mengajukan calon presiden dan wakil presiden disebut dengan presidential threshold. Apa itu presidential threshold? Berikut ulasannya.

Pengertian Presidential Threshold

Presidential threshold adalah ambang batas perolehan suata yang harus diperoleh partai politik dalam sebuah pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.

Hal itu berarti, presidential threshold menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Parpol juga tak semua bisa mengajukan calon presiden sendiri. Sebanyak 20% anggota mereka harus duduk di DPR atau mendapatkan 25% suara pada pemilu.

Baca Juga: Jelang Tutup Tahun Peredaran Uang di Indonesia Kian Kering, Jokowi Sindir Para Bankers

Maka dari itu, jika tidak memenuhi jumlah di atas, biasanya parpol akan membuat koalisi. Diketahui kalau sistem ini sudah dijalankan sejak Pemilu 2004.

Namun, sistem tersebut setiap periode Pemilu pun mengalami perubahan. Termasuk jumlah kursi partai yang hendak mengajukan.

Siapa sangka kalau sistem ini banyak mendapat kritik. Lantaran dinilai mempersempit peluang munculnya calon presiden lain. Lalu, ada yang mengatakan juga kalau sistem ini hanya menguntungkan sekelompok elit saja.

Kalau begitu, kenapa sistem ini masih dipertahankan?

Mengapa Presidential Threshold Masih Dipertahankan?

Ketentuan mengenai ambang batas sudah berulang kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut pada catatan rekapitulasi perkara di website MK hal ini sudah diuji sebanyak 37 kali.

Tentu saja banyaknya permohonan tersebut, menunjukkan kalau penerapan presidential threshold bermasalah. Sayangnya MK tidak sekalipun mengabulkan permohonan yang diajukan.

Salah satu alasannya yang terus dinyatakan adalah untuk menjaga stabilitas pemerintah.

Mempertahankan presidential threshold hanya akan berdampak pada memburuknya sistem demokrasi. Hal itu terjadi karena persyaratan tersebut menutup peluang adanya pilihan calon presiden yang beragam bagi masyarakat.

MK sebagai penjaga konstitusi justru mengamini hal tersebut dengan terus menolak permohonan judicial review yang diajukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI