Suara.com - Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengomentari dugaan peretasan jutaan data pemilih di KPU.
Menurutnya, dugaan kebocoran itu menandakan adanya kecerobohan.
"Ya ini menunjukkan keteledoran," kata Cak Imin di Convention Hall Smesco, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2023).
Selain itu, Cak Imin mencurigai adanya upaya sistematis untuk mengganggu Pemilu 2024 yang akan datang.
Baca Juga: Viral Jutaan Data Pemilih di KPU Diretas, Anies Singgung Soal Integritas Operator
Lantaran itu, ia mengajak semua pihak membantu KPU.
"Kita harus kontrol terus KPU bantu KPu. Sukseskan pemilu, karena ini menunjukkan bahwa ada upaya sistematis yang akan mengganggu Pemilu," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, capres nomor urut 1, Anies Baswedan merespons terkait informasi viral yang menyebut jutaan data pemilih di KPU diduga telah diretas oleh hacker.
Anies menilai data-data tersebut semestinya dijaga secara ketat dan serius.
"Kami merasa perlu yang namanya data itu harus dijaga keamanannya secara amat-amat serius," kata Anies kepada wartawan di Bandung, Rabu (29/11/2023).
Selain itu, Anies juga menyinggung terkait integritas operator yang menjaga data keamanan tersebut.
"Bukan saja pada aspek sistemnya, tapi juga integritas operator yang melaksanakannya, supaya keamanan data terjaga," ucap Anies.
KPU Minta Bantuan
Sementara itu, Ketua Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos mengatakan pihaknya sudah mengetahui perihal kabar adanya peretas yang diduga menjual data 252 juta masyarakat dari KPU.
Betty mengatakan KPU tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk memastikan kebenaran data yang diduga bocor
"Sekarang lagi kami minta bantuan dari satgas cyber, sekarang yang bekerja BSSN, BIN, dengan Mabes (Polri)," kata Betty di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).
Dia menjelaskan koordinasi ini dilakukan guna mengonfirmasi data tersebut merupakan data pemilih yang ada di KPU atau bukan.
Diketahui, akun X @p4c3n0g3 membeberkan adanya threat actor bernama Jimbo menjual data-data dari KPU.
Data itu dijual dengan 2 BTC (bitcoin) yang memuat informasi dari 252 data yang meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-ktp, jenis kelamin, dan tanggal lahir.
Data-data itu termasuk juga dari Konsultan Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI), dan Konsultat Republik Indonesia (KRI).