Mahfud MD Singgung Konflik Kepentingan di Legislatif: Menteri Ditekan, Anggota DPR Minta Proyek

Kamis, 23 November 2023 | 13:56 WIB
Mahfud MD Singgung Konflik Kepentingan di Legislatif: Menteri Ditekan, Anggota DPR Minta Proyek
Menko Polhukam Mahfud MD menilai keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah memutuskan memberhentikan Ketua MK, Anwar Usman dari jabatannya sudah tepat. (Suara.com/Fakhri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, menyoroti banyaknya eksesif atau melampui kebiasaan akibat adanya konflik kepentingan dalam kekuasaan di Indonesia.

Hal itu disampaikan Mahfud saat hadir dalam acara Dialog Terbuka Muhammadiyah Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Kamis (23/11/2023).

"Kemudian soal pemerintahan, ya, begini, tadi waktu dan kekuasaan itu juga sekarang berdasar hasil penelitian, kekuasaan sekarang itu banyak sekali yang eksesif, karena adanya conflict of interest," kata Mahfud.

Ia kemudian membeberkan soal anjloknya indeks persepsi korupsi. Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi tidak terlepas dari adanya batas-batas kekuasaan yang bercampur.

Baca Juga: Nikita Mirzani Jadi Garda Terdepan Jika Ada yang Usik Prabowo Subianto: Urus Anak Kau Dulu Baru Bela Orang

"Ini hasil penelitian Transparansi International, yang menyebut negara Indonesia itu negara sekarang indeks persepsi korupsinya anjlok, jadi itu 38 ke 34, padahal kita sejak tahun 1999 itu menaikkan dari 1 setiap tahun, tidak pernah naik melompat ke 3, pernah ke 2, lalu tahun kedua turun 1 lagi, naik 1 lagi," tuturnya.

"Sampai akhirnya di tahun 2021, indeks persepsi korupsi kita itu 38, tapi tiba-tiba pada tahun 2022 anjlok turun menjadi 34. Apa penjelasannya? Karena tadi batas-batas kekuasaan itu bercampur baur," sambungnya.

Mahfud lantas mencontohkan bagaimana terjadi konflik kepentingan kekuasaan di DPR atau legislatif. Di mana ada anggota DPR yang berlatar belakang penguasaha memanfaatkan jabatannya untuk melakukan nego-nego dengan pemerintah.

"Misalnya ada lembaga legislatif, di lembaga legislatif ada orang menjadi anggota DPR sekaligus punya perusahaan yang kemudian kalau ada nego-nego dengan peemerintah bagi pengembangan perusahaannya, digarap di legislatif dalam forum rapat kerja dan sebagainya. Kadang kala menteri tuh ditekan, sesudah ditekan gitu bicara keras, nanti sesudah keluar dari sidang lalu pesen proyek, itu DPR, banyak itu conflict of interest," tuturnya.

Selain itu, kata dia, hal tersebut juga terjadi dalam pemerintahan atau eksekutif, dimana soal perizinan lama ditahan menunggu suapan.

Baca Juga: Pertaruhan Netralitas Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Disaat Anak Panglima Tertinggi Jadi Cawapres

"Orang minta izin itu ditahan-tahan, kalau nyuap baru jalan. Sehingga ada pengusaha itu datang kepada saya, banyak para investor 'Pak bagaimana kami ini mau berinvestasi, mau berusaha di Indonesia itu susah' kenapa? 'Ya itu kalau kami itu tidak nyuap kami kalah di setiap usaha proyek' diarahkan ke orang lain yang nyuap tapi kalau kami nyuap lalu diketahui oleh civil society, kami yang ditangkap, gitu, dipenjarakan. Kalau gak nyuap gak dapet, kalau nyuap dipenjarakan gitu, itu jadi masalah," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, persoalan tersebut lah yang harus diselesaikan.

"Nah itu yang harus sekarang ini kita urai dan kita pecah, tidak boleh itu terjadi lagi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI