Suara.com - Penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 dinilai paling lemah dalam penegakan hukum. Sebab pelanggaran Pemilu yang banyak terjadi tidak dilanjutkan ke ranah hukum.
Bahkan, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai Bawaslu hampir tidak melakukan apa-apa saat pelanggaran Pemilu terjadi.
"Pemilu kali ini memang penegakan hukumnya paling lemah, dari Bawaslu. Bawaslu hampir tidak melakukan apa-apa, selain roadshow," katanya seperti dikutip Antara, Rabu (22/11/2023).
Jeirry mengemukakan, pelanggaran pemilu terjadi terang-benderang dan dipertontonkan di mata publik.
Baca Juga: Bawaslu Akan Bahas Iklan Politik Prabowo-Gibran Bersama KPU, KPI, dan Dewan Pers
Bahkan pelaku pelanggaran tersebut berasal dari berbagai level, mulai pejabat, peserta pemilu, dan berbagai kelompok yang diduga sengaja melakukannya.
Tak hanya itu, pelanggaran tersebut malah terus berulang dan hanya berpindah tempat.
Salah satu contohnya, menurut Jeirry, seperti acara deklarasi dukungan perangkat desa yang dihadiri salah seorang kontestan pemilihan presiden.
"Mereka tahu itu pelanggaran, tapi mereka juga tahu Bawaslu tidak bisa atau tidak mau melakukan apa-apa terhadap pelanggaran itu," ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti rendahnya kepatuhan peserta pemilu terhadap aturan, karena Bawaslu tidak menjalankan tugas yang semestinya.
Baca Juga: Iklan Prabowo-Gibran Dilaporkan ke Bawaslu, TKN: Itu Anak-Anak Buatan AI
"Kami sudah kehilangan harapan dengan perangkat penegakan hukum pemilu, seperti Bawaslu, kalau kita melihat sepanjang tahun ini," katanya.