Suara.com - Elektabilitas capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meroket hingga ke angka 40,3 persen menurut hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA terbaru.
Mengapa elektabilitas keduanya justru mengungguli pasangan capres-cawapres lainnya, padahal sebelumnya sudah diserang dengan putusan MK nan kontroversial?
LSI Denny JA merangkum enam faktor yang membuat elektabilitas Prabowo-Gibran tak meloyo bahkan terus meningkat menjelang hari pencoblosan Pilpres 2024.
Faktor pertama soal elektabilitas individu Prabowo yang terus meningkat. Pada Januari 2023, elektabilitas Prabowo sebesar 25,4 persen.
Baca Juga: Tanggapan Irit Puan Maharani Saat Ditodong Isu Peran Iriana Jokowi Majukan Gibran jadi Cawapres
Sementara pada November, elektabilitas mencapai 41,1 persen.
Kedua, tingginya elektabilitas Prabowo paling banyak dipengaruhi oleh pemilih milenial.
Pada Oktober 2023, pemilih Prabowo dari kalangan milenial mencapai 36,9 persen.
Persentase kian meningkat menjadi 41,6 persen di November 2023.
"Hal ini bisa terjadi karena Prabowo mengambil cawapres dari kalangan milenial (Gibran Rakabuming Raka)," demikian laporan dari LSI Denny JA yang dikutip Suara.com, Selasa (21/11/2023).
Baca Juga: Poliparty: Bahas Visi-Misi Capres-Cawapres, Bareng Gen Z dan Millenials
Adapun total pemilih milenial saat ini terhitung sebanyak 48,5 persen. Angka itu akan bertambah menjadi 50 persen pada Februari 2024.
Sebutan 'gemoy' juga dianggap menjadi faktor spesial di balik keperkasaan elektabilitas Prabowo-Gibran.
Sebutan gemoy disematkan kepada sosok Prabowo karena dianggap menggemaskan oleh anak muda akibat perawakan dan tingkah lakunya di hadapan publik.
"Sikap Prabowo yang rileks saja ketika diserang, dihujat, bahkan kadang berjoget dengan gayanya yang jenaka, itu sesuai dengan selera generasi milenial," terangnya.
Faktor ketiga, Prabowo dianggap semakin populer di kalangan wong cilik. Menurut data LSI Denny JA, pemilih Prabowo di segmen pendidikan tamat SD ke bawah dan segmen pendapatan di bawah dua juta perbulan ke bawah.
Semisal untuk segmen pendapatan di bawah Rp 2 juta perbulan yang memilih Prabowo pada Oktober 2023 mencapai 36,2 persen. Angka tersebut meningkat menjadi 40,8 persen pada November 2023.
Faktor keempat yakni bekerjanya efek Gibran. Menurut analisisnya LSI Denny JA, semakin diserang justru Gibran akan semakin populer.
Sebelum ada serangan pasca putusan MK terkait batas usia capres-cawapres, elektabilitas Gibran mencapai 69,4 persen.
Setelah ramai diserang dan dihujat, elektabilitas Gibran malah meningkat menjadi 87,1 persen pada November 2023.
"Naik sekitar 18 persen hanya dalam waktu sebulan!" ungkapnya.
Meski begitu, penurunan terjadi pada sektor kesukaan. Ada penurunan sebesar 0,8 persen dari Oktober sebesar 77,8 persen menjadi 77 persen di November 2023.
"Tingkat kesukaan pada Gibran memang menurun di segmen pemilih terpelajar," tuturnya.
Faktor kelima, efek Gibran mempengaruhi peningkatan suara di sejumlah daerah termasuk di kandang banteng yakni Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah, ada kenaikan dukungan signifikan terhadap Prabowo-Gibran.
"Pada bulan Oktober 2023 pemilih Prabowo-Gibran sebesar 10,7 persen. Di bulan November menjadi 24,6 persen," terangnya.
Faktor keenam, adanya kritik terhadap Gibran soal dinasti politik ternyata dianggap tidak kompeten sebab tidak memiliki efek elektoral yang signifikan secara total.
"Isu itu hanya popular di kalangan segelintir pemilih terpelajar, yang memang menjauh dari Prabowo-Gibran. Tapi sisi positif Prabowo-Gibran mendatangkan pemilih tambahan dari segmen lain yakni anak muda, pemilih yang puas Jokowi, pemilih di Jawa Tengah dan sebagainya," jelasnya.
Survei LSI Denny JA terbaru dilakukan pada 6-13 November 2023. Sebanyak 1.200 responden dilibatkan dalam pengambilan survei tersebut.
Survei tatap muka itu diperkuat dengan analisa menggunakan metode kualitatif. Batas kesalahan pada survei ini kurang lebih 2,9 persen.