Suara.com - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai seharusnya Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto tak cengeng hadapi adanya dugaan tekanan dan intervensi dari penguasa.
"Hasto seyogyanya tidak terlalu cengeng bila ada tekanan atau intervensi. Sebab, tekanan atau intervensi memang kerap muncul dalam politik. Hal itu akan terjadi di internal dan eksternal partai," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Senin (20/11/2023).
Menurutnya, terkait dengan pernyataan Hasto soal adanya dugaan tekanan melalui instrumen hukum dan instrumen kekuasaan, jika memang itu benar memang sangat bahaya. Bahkan bisa dikatakan demokrasi sudah tidak ada.
"Kalau instrumen hukum sudah digunakan untuk membungkam anak bangsa, berarti hukum sudah mati di negeri ini. Konsekuensinya, demokrasi juga dengan sendirinya tak berjalan di Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: PDIP Klaim 'Dekati' AMIN, Langsung Dibantah Anies: Enggak Ada...
"Begitu juga halnya bila instrumen kekuasaan digunakan, hal itu memperkuat matinya demokrasi di tanah air. Sebab, instrumen kekuasaan hanya digunakan di negara-negara otoriter," sambungnya.
Namun nyatanya, kata dia, kekinian anak bangsa hingga tetap bebas berpendapat. Di media konvensional dan media sosial, silang pendapat terus bergema.
Untuk itu, Hasto diminta tak nyinyir kembali di media massa soal mengalami adanya tekanan dari penguasa. Apalagi sampai mencari teman senasib dengan kompetitornya yakni pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (AMIN).
"Cara seperti itu mengindikasikan Hasto terkesan sosok yang lemah. Hal itu tak seharusnya ditunjukkan oleh petinggi partai yang berlabel perjuangan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia pun meminta Hasto mengikuti langkah ketua umum partainya yakni Megawati Soekarnoputri yang terbukti piawai dan kuat menghadapi berbagai adanya tekanan.
Baca Juga: Anies-Muhaimin Kompak Bantah Klaim Hasto PDIP Soal Jalin Komunikasi Karena Alami Tekanan Penguasa
"Jadi, Hasto idealnya tegar dengan segala tekanan atau intervensi. Hasto harus belajar dengan Megawati Soekarnoputri yang tetap kuat meskipun berbagai badai menghantamnya. Sejarah telah membuktikan hal itu," pungkasnya.
Hasto PDIP sebelumnya mengaku pihaknya tengah mengalami tekananan. Hal itu disampaikannya dengan menyinggung adanya intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya tekanan ada, apalagi ini juga berkaitan ya. Kalau kita lihat konstitusi saja bisa diintervensi, padahal lembaga yudikatif. Apalagi yang lain," kata Hasto di sebuah hotel di Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2023) sebagaimana dikutip Suara.com.
Dia menyebut tekanan itu seperti yang dialami oleh koleganya di PDIP, Adian Napitupulu. Kemudian tekanan kepada Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya yang mengungkap soal elaktabilitas Ganjar-Mahfud MD yang meningkat.
"Jadi berbagai signal-signal itu sudah ada. Tetapi bagi kami ketika poltik itu digerakkan pada keyakinan untuk masa depan bangsa dan negara, dan berakar kuat pada sejarah bagaimana kekuasaan itu untuk rakyat, bagaimana reformasi memang untuk menggelorakan semangat anti kolusi, nepotisme, dan korupsi. Ya ini menumbuhkan jati diri yang makin kokoh," tutur Hasto.
Oleh karenanya, karena merasa sama-sama mengalami tekanan, dia menyebut TPN Ganjar-Mahfud berkomunikasi dengan pasangan capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhamaimin Iskandar.
"Dalam konteks ini kami juga membangun komunikasi dengan AMIN, karena merasakan hal yang sama. Sehingga inilah yang kemudian kami luruskan supaya demokrasi berada di koridornya," kata Hasto.
"Demokrasi berada pada rakyat yang mengambil keputusan, bukan pada elite dan itu harus dibangun suatu narasi bagi masa depan," imbuh dia.