Suara.com - Calon Presiden Ganjar Pranowo menyinggung soal jebloknya nilai persepsi publik terhadap lembaga-lembaga hukum termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan menjadi sorotan publik.
Diketahui, KPK sedang disorot terkait dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinannya terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang kini berstatus tersangka. Selain KPK, MK juga menjadi sorotan gegara putusan soal batas usia capres dan cawapres. Buntut putusan kontroversial itu, Ketua MK Anwar Usman pun telah dicopot lantaran dianggap melakukan pelanggaran berat atas putusan hakim MK.
Terkait masalah itu, Ganjar pun sempat ditanyakan oleh panelis Prof Zainal Arifin Mochtar dalam sebuah acara yang digelar Alumni Universitas Negeri Makassar di Hotel Four Points, Kec. Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/11) kemarin.
Dalam acara itu, Prof Zainal meminta tanggapan Ganjar soal kondisi lembaga penegak hukum yang kini sedang ramai menjadi sorotan.
Baca Juga: Janji Manis Ganjar di Purwakarta: Kasih Akses Modal untuk Pelaku UMKM
"Dengan kondisi begini, membuat arus baliknya bagaimana? misalkan kalau kita melihat KPK berantakan betul, MK, orang bilang Mahkamah Keluarga, membuat arus baliknya, kira-kira Mas Ganjar membayangkan sebagai seorang presiden, mau membalikan ke arus yang baik itu bagaimana?" tanya akademisi Prof Zainal Arifin Mochtar kepada Ganjar, dikutip Minggu (19/11).
Menjawab hal itu, Ganjar pun mengganggap butuh ketegasan seorang pemimpin dalam hal ini presiden untuk bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga-lembaga negara yang mendapat nilai jeblok.
"Ketika kewenangan itu ada, dan diberikan kepada seorang pemimpin, pemimpinnya yang kemudian membikin arusnya itu di balik," kata Ganjar.
Ganjar juga menganggap perlu adanya perubahan regulasi agar bisa mengembalikan kepercayaan publik atas kondisi saat ini.
Selain itu, mantan Gubernur Jawa Tengah itu juga menilai butuh kolaborasi banyak pihak termasuk media untuk membangun arus balik yang positif.
Baca Juga: Kala Pose Tiga Jari Mahfud bareng Pilot Garuda Pancing Kegaduhan
"Dukungan kedua adalah kolaborasinya dengan kondisi sosiologis yang terjadi di masyarakat, agamawan, ilmuan, budayawan, media. Ketika kegelisahaan itu semuanya muncul, rasanya ini yang mesti di akomodasi, untuk kemudian membalikan situasi itu. Dan ketika regulasinya tidak mencukupi, ya diubah regulasinya," bebernya.
Ganjar pun memberikan nilai 5 dari skala 1 hingga 10 terhadap kinerja MK saat diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap lembaga penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan demokrasi.
"Ya dengan kasus ini (MK) jeblok. (Nilainya) 5," ucap Ganjar.
Menurutnya, kondisi penegakan hukum, terutama setelah kejadian hasil putusan Makhamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan adanya pelanggaran berat yang dilakukan oleh hakim MK.
"Dengan kejadian ini persepsi publik hari ini berbeda, yang kemarin terlihat tegas, dengan kejadian-kejadian ini, maka nilainya menjadi jeblok. Karena ada kemarahan dari mereka, warga, kecemasan, kegelisahan, tokoh agama, intelektual semuanya. Saya kita ini peringatan dalam konteks kita menjaga hukum berjalan dengan baik, betul-betul imparsial dan kemudian memberikan keadilan bagi semuanya. Ini sesuatu yang penting," ungkapnya sesuai acaranya.
Dalam paparannya, Ganjar juga mengungkapkan data yang didapatkanya, di mana persepsi penegakan hukum saat ini hanya 30,7 persen.
Untuk memperbaiki hal itu, Ganjar menyatakan yang harus dilakukan ialah supermasi hukum untuk melindungi seluruh warga.
Sementara untuk indeks hukum dan HAM pada 2017-2022 memiliki skor 6,2. Menurut Ganjar yang harus dilakukan ialah memperkuat lembaga HAM, perkuat pendidikan HAM pada publik.