Ramai Polemik Dinasti Politik, Pengamat: Buat Masyarakat Itu Biasa, Jadi Ramai karena Pilpres

Chandra Iswinarno Suara.Com
Rabu, 15 November 2023 | 06:00 WIB
Ramai Polemik Dinasti Politik, Pengamat: Buat Masyarakat Itu Biasa, Jadi Ramai karena Pilpres
Ilustrasi Mahkamah Keluarga di balik putusan batas usia minimal capres-cawapres di MK. [Suara.com/Emma]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hasil survei Indikator Politik yang merilis soal isu dinasti politik menjadi sorotan lantaran ada sebagian besar responden menilai bahwa hal tersebut tidak mengkhawatirkan. Gambaran tersebut terlihat dalam hasil survei yakni sebanyak 42,9 persen merasa dinasti politik menjadi hal biasa.

Menanggapi hasil survei tersebut, Pengamat politik dari Universitas Tanjungpura Pontianak (Untan) Haunan Fachry Rohilie menilai hasil survei tersebut harus dilihat dari usia responden.

"Dengan mayoritas Gen Z dan milenial, dalam demografi kita, hasil tersebut wajar. Betul, bahwa anak muda melek teknologi tapi apatisme mereka tentang politik juga tinggi," katanya saat dihubungi Suara.com, Selasa (14/11/2023).

Menurutnya, isu dinasti politik sejatinya menjadi hal yang jamak terjadi di Indonesia. Namun mendapat momentumnya saat Pilpres kali ini.

Baca Juga: Survei Charta Politika: Mayoritas Masyarakat Melihat Ada Dinasti Politik di Balik Gibran Jadi Cawapres

"Buat masyarakat, politik dinasti itu ya udah biasa, hanya jadi ramai karena sekarang di level Pilpres, plus nampak sekali ‘cawe’ jadi Jokowi," ujarnya.

Sementara itu, ia menilai bahwa saat ini dengan munculnya isu dinasti politik justru dimanfaatkan rival Prabowo-Gibran dan kemudian menjadi perhatian publik.

"Saya lebih menilai bahwa rival Prabowo Subianto hanya ‘riding the wave’ karena perhatian publik nampak sedang menyoroti itu. Saya tidak melihat ada opini publik, yang ada opini yang dipublikasikan yang kemudian melahirkan persepsi."

Sejauh ini, ia juga melihat kemunculan isu dinasti politik lahir dari elite yang kemudian dikonstruksi menjadi persepsi publik.

"Opini politik dinasti ini kan kalau ditelusuri lahir dari elite, yang diharapkan bisa membangun persepsi publik agar narasi dinasti ini bisa menyerang pasangan Prabowo Subianto," ujarnya.

Baca Juga: Sudah Disorot Media Asing, Imparsial Anggap Upaya Dinasti Politik di Indonesia Sangat Nyata

Jika mengacu pada hasil survei Indikator Politik, Haunan Fachry menilai menjadi tidak berhasil.

"Karena kita sudah lama dipertontonkan politik dinasti, terutama eranya Ratu Atut, belum lagi parpol-parpol juga melakukan hal yang sama, termasuk parpol baru. Ditambah lagi tentang politik dinasti secara aturan hukum nggak ada yang dilanggar meski dulu pernah diatur, tapi kemudian dicabut."

Lebih lanjut, ia menilai saat ini yang muncul dari rival Prabowo-Gibraan merupakan rasa kecemasan karena Jokowi cawe-cawe.

"Jadi yang dilawan bukan hanya koalisi Prabowo Subianto, tapi juga kekuatan politik Jokowi. Termasuk potensi-potensi penyalahgunaan kekuasaan dari Jokowi itu sendiri. Buktinya apa? Ya buktinya putusan MK."

Sebelumnya diberitakan, Lembaga survei Indikator Politik merilis hasil jajak pendapat soal isu dinasti politik yang belakangan ramai di masyarakat. Terlebih lagi setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei bertajuk ‘Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini’ secara virtual, Minggu (12/11/2023) mengatakan, putusan MK tersebut sebenarnya tak memantik kekhawatiran publik soal potensi politik dinasti. Berdasarkan hasil survei, mayoritas publik menilai biasa saja terkait isu tersebut.

"Ada 42,9 persen masyarakat yang merasa isu politik dinasti tidak terlalu mengkhawatirkan, biasa saja," ujar Burhanuddin kepada wartawan, Minggu (12/11/2023).

Sementara yang menilai khawatir dengan politik dinasti atas putusan MK, kata Burhanuddin, ada 39,2 persen.

Namun, angka ini justru merupakan penurunan jika dibandingkan temuan Oktober.

"Pada rentang 16-20 Oktober, terdapat 47,9 persen yang merasa khawatir soal politik dinasi. Pada awal November, terjadi sedikit penurunan, menjadi 39,2 persen," katanya.

Sebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini naik menjadi 42,9 persen.

Pada temuan lain, mayoritas publik juga menilai politik dinasti tidak akan mengganggu demokrasi. Ini karena pesta demokrasi dilakukan secara langsung oleh rakyat.

"Sekitar 52,6 persen lebih berpendapat politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat. Sementara yang berpendapat sebaliknya, masih cukup besar, mencapai 36,3 persen," ujarnya.

Survei nasional Indikator dilakukan dalam rentang 27 Oktober – 1 November 2023, menempatkan 1.220 responden melalui Wawancara tatap muka, dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI