Suara.com - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University Rokhmin Dahuri mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang menyebut perpolitikan saat ini seperti drama korea (drakor). Menurutnya, drakor yang dimaksud itu terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan tersebut disampaikan Rokhimin dalam acara diskusi yang mengangkat tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta Selasa (14/11/2023). Dalam acara itu, hadir sejumlah tokoh akademisi dan nasional.
Rokhmin mengatakan, proses dan keputusan pengubahan aturan mengenai syarat calon presiden dan wakil presiden (cawapres) sudah seperti drakor. Menurutnya drama yang terjadi di MK ini sarat dengan nepotisme dan mencoreng demokrasi di Indonesia.
Padahal, menurutnya, para tokoh dan akademisi yang hadir dalam diskusi ini punya tujuan sama, yakni mewujudkan Indonesia menjadi negara maju, adil, dan berdaulat. Majunya sebuah bangsa dan negara bisa tercapai apabila kehidupan berdemokrasi tidak dicederai.
"Kalau setahun terakhir ini kita mencermati, bahwa demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural, belum substansi, sekarang lebih parah lagi, terutama dengan drama korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak," ujar Rokhikin.
Ia juga mengaku sudah melihat tulisan yang dibuat Romo Magnis soal kritikan kepada MK. Begitu juga wawancara Goenawan Moehamad di salah satu stasiun televisi.
Atas dasar tersebut, Politisi senior PDI Perjuangan itu pun menganggap penyematan BEM UI pada 2022 lalu kepada Jokowi soal julukan king of lip service memang benar adanya.
"Saya menjadi yakin betul bahwa kawan kita ini benar-benar seperti disematkan BEM UI tahun lalu, bahwa he is king of lip service atau king of big liar," ucapnya.
Salah satu contohnya, Jokowi hanya mengungkap janji manis kepada para bakal capres ketika kepala negara akan berlaku netral pada Pilpres 2024 RI.
Baca Juga: Sentil Jokowi Soal 'Politik Drama Korea', Andreas PDIP: Siapa Sih Sutradaranya?
"Sekarang kita tahu, baliho capres tertentu diturunkan. Jadi, janji manis waktu mengumpulkan tiga capres, ya, kan, di Istana Negara bahwa dia akan berlaku netral, pada pelaksanaannya, malam hari sudah dia ingkari dengan Wamendes mengumpulkan apa namanya gerakan politik," ucapnya.
"Jadi, saya kira negara ini terlalu mahal, rakyat kita terlalu kasihan untuk jatuh miskin kalau dipimpin pembohong," katanya.