Untuk menghilangkan praktik tersebut, akhirnya India menggunakan metode celup tinta pada pemilu 1962 atas hasil studi dari London.
Sementara Indonesia baru memulai celup jari ke tinta pada Pemilu 1999. Tidak ada alasan spesifik mengapa Indonesia akhirnya menggunakan prosedur celup jari ke tinta.

Hanya saja, Indonesia tidak asal-asalan dalam menerapkan prosedur tersebut. Sebab, aturan penggunaan tinta itu diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengadaan dan Spesifikasi Teknis Tinta Keperluan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2009.
Pada BAB II Pasal 5 ayat 3 dijelaskan, "Tinta harus memiliki daya tahan atau lekat selama tiga hari, dan memiliki daya tahan terhadap proses pencucian dengan keras baik menggunakan sabun, detergen, alkohol, maupun solvent lainnya".
Karena adanya aturan tersebut, maka tinta yang biasa digunakan di pemilu dibuat khusus dari senyawa Perak Nitrat (AgNO3), zat pewarna serta zat tambahan lainnya termasuk perekat.
Penggunakan AGNO3 tersebut dilakukan agar tinta tidak mudah hilang dan meminimalisir adanya kecurangan dalam pelaksaan pemilu.