Suara.com - Tim Kampanye Nasional (TKN) meminta aparat penegak hukum, khususnya kepolisian untuk mengusut kebocoran informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim atau RPH Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi/MKMK.
Komandan Echo TKN Prabowo-Gibran, Hinca Pandjaitan menilai kebocoran informasi RPH itu merupakan ranah pidana sehingga perlu diusut.
"Terkait dengan temuan MKMK telah terjadi pembocoran informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) MK karena itu adalah ranah pidana, kami meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya dan menemukan pelakunya karena MKMK menemukan peristiwanya pembocoran itu," kata Hinca di Sekber Relawan, Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023).
"Dan karena itu kita meminta agar aparat penegak hukum untuk mengambil sikap dan menemukan pelakunya," sambungnya.
Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud: Seharusnya Anwar Usman Diberhentikan Sebagai Hakim MK
Hal senada disampaikan Wakil Komandan Echo Adies Kadir. Ia meminta Mabes Polri mengusut tuntas peristiwa pembocoran informasi tersebut.
"Dan kami ingin mengusut tuntas, pihak aparat penegak hukum kepolisian khususnya, mengusut tuntas kenapa barang ini bisa sampai bocor. Apakah betul kebocoran itu dari yang disangkakan atau ada orang lain yang membocorkan hal tersebut. Ini aparat penegak hukum bersama kepolisian Mabes Polri harus mengusut tuntas," tutur Adies.
"Kemudian dari mana info-info ini masuk, dari mana info ini bisa keluar itu semua harus diusut tuntas aparat penegak hukum," katanya.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan sembilan Hakim Konstitusi melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Semuanya dijatuhi sanksi berupa teguran lisan.
“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
Baca Juga: Demi Independensi, Ketua MKMK Jimly Imbau Hakim Konstitusi Tak Bergaul dengan Pengusaha dan Politisi
Sembilan hakim yang dijatuhkan sanksi berupa teguran lisan secara kolektif itu dinyatakan melanggar kode etik lantaran para hakim konstitusi terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Menurut MKMK, pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang kemudian dianggap wajar karena para hakim membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik tanpa saling mengingatkan.
Diketahui, setidaknya ada 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang diperiksa dan diadili MKMK sebagai buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan MK
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.