Suara.com - Jelang putusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sasaran demonstrasi sekelompok orang. Aksi unjuk rasa itu digelar sebagai bentuk penolakan terhadap putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Koordinator Lapangan Koalisi Rakyat Sipil Kawal MK Carry Greant menjelaskan pihaknya meminta agat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menganulir putusan MK tersebut.
Pasalnya, dia menilai putusan tersebut mengamdung konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka yang menjadi calon wakil presiden meski belum berusia 40 tahun.
"Ini kan apa yang disebut politik dinasti. Politik dinasti itu kan tidak jauh beda dari orba. Kita tahu sama tahu lah di belakang ini ada siapa. Kita hanya berpikir positif saja selama ini," kata Carry di lokasi, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga: MKMK Putuskan Nasib Anwar Usman Cs Sore Ini, 2.149 Personel Brimob hingga Intel Jaga Ketat Gedung MK
Dia menduga Presiden Joko Widodo memiliki campur tangan atas putusan MK yang dinilai memuluskan jalan putranya, Gibran menjadi cawapres.
"Kam itu kita enggak bisa mengatakan itu secara hukum ya, karena secara hukum kan tidak jelas itu kan tidak ada datanya infonya. Hanya ini kan perasaan kebatinan saja dan faktanya memang beliau merestui kan," katanya.
Nasib Hakim MK Ditentukan Sore Ini
Sebagaimana diketahui sidang pembacaan putusan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim ini akan dipimpin Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie bersama Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams di Ruang Sidang Pleno I Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada pukul 16.00 WIB sore nanti.
Jimly sebelumnya mengaku telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan 21 perkara berkaitan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres yang dianggap telah membuka jalan putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Baca Juga: Nasib Paman Gibran Segera Diputus MKMK, Anies Bicara Pengalamannya Saat Jadi Ketua Komite Etik KPK
Adapun, dari 21 perkara terkait dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim yang diterima 15 di antaranya atas nama terlapor Anwar Usman yang tidak lain merupakan paman Gibran.
"Semuanya sudah kami dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kami sudah buat kesimpulan," kaya Jimly, di Gedung MK, Jumat (3/11/2023).
Putusan Kontroversial MK
Sebelumnya, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.