Suara.com - Ketua DPP Partai NasDem, Effendy Choirie mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres-cawapres dalam Pemilu. Pria yang kerap disapa Gus Choi itu awalnya berbicara mengenai pentingnya memperhatikan etika dalam kehidupan bernegara.
"Sebetulnya negara ini bukan sekedar Undang-Undang, bukan Undang-Undang Dasar. Bukan hanya taat pada Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, aturan, tapi sekaligus juga etika, akhlak, moral," kata Gus Choi kepada wartawan di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Gus Choi kemudian mengkritik para Hakim MK yang justru mengabaikan moral dan etika saat memutuskan putusan terkait syarat capres-cawapres.
"Itu yang diabaikan oleh para hakim, diabaikan oleh negara, diabaikan oleh banyak-banyak elite politik, seolah-olah dunia ini kekuasaan kekuasaan uang-uang," ujarnya.
Baca Juga: Usai Bertemu Surya Paloh di NasDem Tower, Din Syamsuddin Puji Semangat Perubahan: Pilihan Tepat
Ia menilai aturan dan Undang-Undang di Indonesia saat ini bisa dengan gampang diutak-atik oleh kekuasaan demi kepentingan pribadi.
"Undang-Undang yang sudah ada bisa digeser-geser bisa diatur-atur, bahkan direkayasa, konstitusi pun mau diganti, diubah untuk memperpanjang presiden dari dua periode bagaimana menjadi tiga periode. Ini semua pikiran karena pragmatis, karena semata kekuasaan semata mungkin uang, kekayaaan," ungkap Gus Choi.
Oleh sebab itu, Gus Choi menyampaikan Ketua Umum NasDem, Surya Paloh merasa prihatin melihat kondisi tersebut. Pasalnya, menurut Gus Choi, para Hakim MK telah menjadi alat politik.
"Pak Surya memang prihatin melihat negara bangsa ini. Prihatin pada perilaku-perilaku MK yang dulu kita obsesikan dia adalah negarawan-negarawan yang pikirannya untuk kepentingan bangsa dan negara, ternyata mereka sudah menjadi alat-alat politik keluarga, kelompok," tutur Gus Choi.
Putusan MKMK Besok
Baca Juga: Di Depan Elite NasDem, Din Syamsuddin Cerita Sempat Diajak Prabowo dan Ganjar Bertemu
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Kehormatan MK atau MKMK, Jimly Asshiddiqie mengatakan pihaknya telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan 21 perkara dugaan pelanggaran etik dalam penyusunan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Jimly menyatakan telah menggelar rapat internal bersama anggota MKMK lainnya, yaitu Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams.
"Semuanya sudah kami dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kami sudah buat kesimpulan," kaya Jimly, di Gedung MK, Jumat (3/11).
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," lanjutnya.
Jimly memastikan, putusan MKMK bakal dibacakan pada Selasa (7/10) pukul 16.00 WIB setelah sidang pleno MK.
Menurutnya, putusan itu kemungkinan besar akan cukup tebal. Sebab, ada 21 laporan yang diproses MKMK dengan hakim konstitusi terlapor yang jumlah laporannya berbeda.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan oleh sejumlah pihak pasca MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10).